Sejarah
Gerakan Mahasiswa Indonesia
Budi Oetomo-1908
Sejarah
Gerakan Mahasiswa Indonesia
1908
Boedi
Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang
pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20
Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA,
wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas
dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta,
tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan
yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran,
pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai
perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat
kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh
karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang
dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa
Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad
Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland
Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische
Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging
tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi
wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih
mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi
ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun
1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan
organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan
propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang
beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische
Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme,
menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu
sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat
melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh
karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit
keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU.
Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga
akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische
Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai
munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa
sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi
1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak
kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan
mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka
berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Soempah Pemoeda-1928
1928
Pada pertengahan 1923, serombongan
mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah
menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan
kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di
hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat
berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama,
adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club)
yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924
oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club)
direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah
Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada
tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan
Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar
Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh
elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi
St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten
Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS)
bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar,
mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru
pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang
berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
Proklamasi-1945
1945
Dalam perkembangan berikutnya, dari
dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok
studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul
kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan
tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah
menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan
Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan
maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif
dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan
terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti
dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai
politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang
mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum
tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan
kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama
di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam
melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan
Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal
bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945
yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain
dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat
itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya
memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa
Rengasdengklok.
Angkatan 66-1966
1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan
akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia(PPMI), yang dibentuk melalui Kongres
Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi
Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang
majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan
organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan
Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan
Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai
NU, Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Diantara organisasi mahasiswa pada
masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah
satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik
konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha
mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI
dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam
PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah
Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966
yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan
oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr.
Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL),
Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan
pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan
terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki
kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan
Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia
(KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada
tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak
terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru.
Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi
awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya
gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat
itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas
Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan
Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI, Akbar
Tanjung dari HMI dll.
Angkatan '66 mengangkat isu Komunis
sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan
masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh
PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis
Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di
kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabinet pemerintahan
Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang
sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah
masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati
yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adealah soe
hok gie
Malari 1974
1974
Realitas berbeda yang dihadapi
antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966
memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974
yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974
meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah
melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde
Baru, seperti:
- Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
- Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling
mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi.
Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa
Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang
progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala
yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif
dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo.
Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa
terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan
demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu
1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa
politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi
kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk
perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang
pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap
ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai
politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk
protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan
Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971yang dimotori oleh
Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam tahun 1972, mahasiswa juga
telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang
digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam
pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972,
dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu
diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM
Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa
Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta
meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu
tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan
Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir
Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung
sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatanAsisten Pribadi Presiden.
Aksi Mahasiswa 1978
1978
Setelah peristiwa Malari, hingga
tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi.
Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain
kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata
(KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana.
Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat
antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan
mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat
sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai
penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur
dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan
tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik
strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk
melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977
dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan
tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini
terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa
dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena
gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi
diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus
untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu
militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh
dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di
seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga
kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian,
perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni
tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat
bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Aksi Mahasiswa 1998
1998
Gerakan 1998
menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi,
kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan
gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan
jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis
mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di
antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi
Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung.
Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Peristiwa Semanggi 1998
No comments:
Post a Comment
Yang Penting Komentar!