TEORI KEJAHATAN DARI ASPEK SOSIOLOGIS DALAM KAITANYA DENGAN
PERKEMBANGAN KEJAHATAN DEWASA INI
A.
Pendahuluan
Setiap kejahatan yang
pasti menimbulkan kerugian-kerugian baik bersifat ekonomis materil maupun yang
bersifat immateri yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan
bermasyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan tingkah laku
yang anti sosial. Upaya untuk mengatasi kejahatan pun dilakukan baik oleh para
penegak hukum maupun oleh para ahli-ahli hukum dan kriminologi. Berbagai Elemen
yang ada hubungannya dengan suatu kejahatan dikaji dan dibahas secara intensif
seperti : para pelaku (daders), para korban, pembuat undang-undang dan undang,
penegak hukum, dan lain-lain. Dengan kata lain semua fenomena baik maupun buruk
yang dapat menimbulkan kriminilitas (faktor kriminogen) diperhatikan dalam
meninjau dan menganalisa terjadinya suatu kejahatan. Apabila kita membicarakan
mengenai kejahatan termasuk sebab-sebanya tentu tidak akan terlepas dari ilmu
kriminologi. Menurut Bonger mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang kejahatan seluas-luasnya Dalam Teori kriminologi sendiri
kejahatan terbagi ke dalam tiga perspektif yaitu:
a. Teori yang
menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis dan Psikologis
b. Teori yang
menjelaskan kejahatan dari perspektif Sosiologis
c. Teori yang
menjelaskan kejahatan dari perspektif lain
Namun dalam
pembahasan kali ini kami hanya akan menganalisis teradap teori kejahatan yang
menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis, dihubungkan dengan
perkembangan kejahatan yang terjadi dewasa ini.
B.
Kejahatan dari Perspektif Sosiologis
Pada teori kejahatan
dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal
angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori umum yaitu : strain, cultural deviance (penyimpangan
budaya), dan social control. Perspektif
strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatianya pada kekuatan-kekuatan
sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal.
Sebaliknya pada teori kontrol sosial mempuyai pendekatan berbeda. Teori ini
berdasarkan asumsi bahwa motivasi untuk melakukan kejahatan merupakan bagian
dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba
menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Selain itu teori ini
mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga sosial membuat aturan yang
efektif. Teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas
sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat
hubungan tersebut. Para penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota
masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai-nilai budaya dari
kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi,
karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah untuk
mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan
sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa
orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang
cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya
manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka
mungkin telah melanggar norma-norma konvensional.
Sudah umum diterima bahwa objek kriminologi adalah norma-norma kelakuan
(tingkah laku) yang tidak disukai oleh kelompok-kelompok masyarakat, tetapi
kejahatan (crime) sebagai salah satu dari padanya masih merupakan bagian yang
terpenting. Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa
kejahatan adalah salah satu persoalan yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi
sosial,karena penjahat-penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan
yang mengancam dasar-dasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan
kesejahteraan umum. Beberapa kejahatan menunjukkan sifat-sifat
egoistis,ketamakan dari pelaku kejahatan, sama sekali tidak mempedulikan
keselamatan, kesejahteraan ataupun barang milik orang lain. Pelaku kejahatan
yang lebih besar lagi dan lebih berkuasa umumnya bersatu dan bergabung dengan
pegawai-pegawai pemerintah yang korup dan dengan demikian mencoba untuk
mencapai tujuan-tujuan mereka dengan melalui saluran pemerintahan.
Sosiologi modern
sangat menekankan pada mempelajari struktur dan jalanya masyarakat sekarang
ini. Bila dilihat dari sosiologi maka kejahatan adalah salah satu masalah yang
paling gawat dari disorganisasi sosial. Karena pelaku kejahatan bergerak dalam
aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan, hukum,
Undang-Undang, Ketertiban dan Kesejahteraan sosial. dan oleh karena itulah
kejahatan merupakan salah satu bagian dari disorganisasi sosial yang perlu
diperhatikan. Dalam culture conflict theory Thomas Sellin menyatakan bahwa
setiap kelompok memiliki conduct morm-nya sediri dan dari conduct norms dari
satu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms kelompok lain. Seorang
individu yang mengikuti norma kelompoknya mugkin saja dipandang telah melakukan
suatu kejahatan apabila norma-norma kelokpoknya itu bertentangan dengan
norma-norma dari masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama
antara seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig-masing
menganut conduct norms yang berbeda. Sebaliknya dalam teori kontrol sosial
memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah
laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada
aturan-aturan masyarakat.
C. PERKEMBANGAN
KEJAHATAN
Secara umum kejahatan
sebagai kebalikan dari kekuasaan; semakin besar kekuasaan seseorang atau
sekelompok orang semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan kejahatan dan demikian
juga sebaliknya. Orientasi sosio-psikologis teori ini pada teori-teori
interaksi sosial mengenai pembentukan kepribadian dan konsep “proses sosial”
dari perilaku kolektif. Dalam pandangan teori ini bahwa manusia secara terus
menerus berlaku untuk terlibat dalam kelompoknya dengan arti lain hidupnya
merupakan bagian dan produk dari kumpulan kumpulan kelompoknya. Kelompok selalu
mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya
sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif. Dalam perkembangan lebih lanjut
aliran ini melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama
yaitu; (1) bahwa perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari
kepentingan rulling class (2) kejahatan merupakan akibat dari proses produksi
dalam masyarakat, dan (3) hukumj pidana dibuat untuk mencapai kepentingan
ekonomi dari rulling class. Perkembangan kejahatan tidak terlepas dari
perkembangan zaman yang juga akan melahirkan kemajuan teknologi. Di sini orang
tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya, walaupun
sebenarya telah memperoleh kekuasaan serta kekayaan yang cukup, tetapi tetap
saja melakukan kejahatan. Munculnya teknologi canggih sangat memudahkan
terciptanya jenis kejahatan baru pula sehingga kejahatan yang kita kenal tidak
hanya berupa kejahatan yang konvensional saja.
Sebagai contoh misalnya terjadinya tindak pidana perbankan dan tindak pidana di
bidang perbankan Tindak pidana tersebut bahkan tidak hanya melibatkan
masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebanyakan jenis kejahatan baru yang muncul
tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang berintelek tinggi. Menurut
Park dan Burgess berbagai pola-pola sosial yang melemahkan ikatan-ikatan
keluarga dan komunal yang mengikat bersama para penduduk dan mengakibatkan disorgaisasi
sosial. Disorganisasi sosial inilah yang diyakini sebagai sumber dari
kejahatan, dikarenakan masyarakat sudah tidak berpegang pada nilai-nilai yang
berlaku yang terlalu bersikap egoistis untuk kepentinganya sendiri. Disini kami
lebih cenderung berpihak pada teori kontrol sosial dimana sebenarnya kejahatan
itu bisa dilakukan oleh siapa saja tidak mempedulikan strata sosial yang
terbentuk dalam lingkungan masyarakat. Orang akan mengikuti hukum sebagai
respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu dalam kehidupan. Seseorang
akan menjadi kriminil ketika kekuatan-kekuatan yang kontrol mengontrol tersebut
lemah atau hilang. Berbagai jenis kejahatan yang terjadi seiring dengan
perkembangan zaman menunjukkan kontrol sosial yang lemah sehingga setiap orang
cenderung bersikap egoistis dengan segala cara dan memanfaatkan posisi atau
kekuasaan untuk melakuka kejahatan. Misalnya kejahatan di bidang ekonomi
menunjukkan sosial kontrol terhadap pelaku kegiatan ekonomi sedikit terabaikan.
Jenis-jenis kontrol sosial ini dapat menjadi positif maupun negatif. Positif
apabila dapat merintangi orang melakukan kejahatan. Negatif apabila mendorong
penindasan, membatasi atau melahirkan korupsi dari mereka yang memiliki
kekuasaan.
D. PENUTUP
Dengan mendasarkan
pada uraian di atas bahwasanya teori kejahatan dari perspektif sosiologis
berusaha mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam
lingkungan sosial. Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa
kejahatan adalah salah satu persoalan yang paling serius dalam hal timbulnya
Disorganisasi sosial,karena penjahat-penjahat itu sebenarnya melakukan
perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari pemerintahan, hukum,
ketertiban dan kesejahteraan umum. Maka dari itu diperlukan sarana kontrol
sosial untuk mengantisipasi atau mencegah dilakukanya tindakan kejahatan oleh
seseorang dalam masyarakat karena apabila kontrol sosial ini lemah berpotensi
meningkatkan angka kejahatan dalam masyarakat.
Daftar Pustaka
Romli Atmasasmita.
1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Eresco
Purnianti, Moh.Kemal Darmawan. 1994. Mazhab dan Penggolongan Teori dalam
Kriminologi. Bandung: Citra Aditya Bakti
Topo santoso, Eva
Achjani Zulfa. 2002.Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
INTI
SARI DARI TEORI-TEORI KRIMINOLOGI
Dalam
kriminologi terdapat beberapa teori yang dibagi kedalam tiga perspektif yaitu :
1.
teori-teori yang menjelaskan kejahatan
dari perpektif biologi dan psikologis.
2.
teori-teori yang menjelaskan kejahatan
dari perpektif sosiologis,
3.
teori-teori yang menjelaskan kejahatan
dari perpektif lain.
teori
yang menjelaskan kejahatan dari perpektif biologi dan psikologis.
“Cesare
Lombroso” seorang Italia yang sering dianggap sebagai “the father of modern
criminology” ia menjelaskan kejahatan dari mashab klasik menuju mashab positif.
Perbedaan
signifikan antara mashab klasik dan mashab positif adalah bahwa yang terakhir
tadi mencari fakta empiris untuk menmgkonfirmasi gagasan bahwa kejahatan itu
dutentukan oleh berbagai factor.dimana para tokoh psikologis mempertimbangkan
suatu variasi dari kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi,
sosialisasi yang tidak memadai dimasa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu
dll.
Sementara
dari tokoh biologis mengukuti tradisi Charles Goring dalam upaya
menelusuri tentang tingkah laku criminal.
Penjelasan
biologis Atas Kejahatan
Auguste
Comte(1798-18570 ) membawa pengaruh penting bagi para tokoh mazhab positif
menurutnya ” there could be no real knowledge of social phenomena unless it was
based on a positivist. Tokoh yang terkenal diantaranya yaitu:
Cesare
Lomroso
dimana
ia mengabungkan positivisme comte, evaluasi dari Darwin . ajaran inti dari
teori nya menjelaskan tentangpenjahat mewakili suatu tipe keanehan fisik, yang
berbeda dengan non criminal, dia menklaim bahwa para penjahat mewakili sutau
bentuk kemerosotan yang termanifes dalam karakter fisik yang merefleksikan
suatu bentuk awal dari evolusi.
Teori
nya tentang born criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk
yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang
mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan
penjahat.
Enrico
Ferri
Ferri
berpendapat bahwa kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh pengaruh
interaktif diantara factor fisik dan factor sosial. Dia juga berpendapat bahwa
kejahatan dapat dikontrol denagn perubahansosial.
Raffaela
Garafola
Menurut
teori ini kejahatan-kejahatan alamiah ditemukan didalam seluruh masyarakat
manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang
beradab dapat mengabaikannya.
Charles
Buchman Goring
Ia
menyimpulkan tidak ada perbedaan-perbedaan signifikan antara penjahat dan non
penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapat lebih
kecil danramping. Ia menafsirkan temuan ini sebagai penegasan dari hipotesanya
bahwa para penjahat secara biologi lebih nferior tetapi tidak menemukan satu
pun tipe fisik penjahat.
BODY
TYPES THEORIES
(teori-teori
fisik)
a.
Ernst Kretchmer( 1888-1964)
Ia
mengidentifikasi empat tipe fisik yakni; asthenic; athletic; pyknic; dan
beberapa tipe campuran
b.
Ernest A. Hooten
Seorang
antropologi fisik. Perhatiannya terhadap kriminalitas yang secara biologis
ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara diamirika
dengansuatu control group dari non criminal.
c.
William H. Sheldon
Ia
memfomulasikan sendiri sendiri kelompok samatotypes. Menurutnya orang
yang didomisi sifat bawaan mesomorph cenderung lebih dari orang lainnya untuk
terlibat prilaku illegal.
d.
Sheldon Glueck
Ia
melakukan studi kompratif antar pria delinquent dengan non-dilenqunt.
PENJELASAN
PSIKOLOGIS ATAS KEJAHATAN
1.
Theori psikoanalisis ( Sigmund Freud)
Teori
ini menghubungkan dilequent dan prilaku criminal denag suatu conscience
yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia
begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan siindividu dan bagi
kebutuhan yang harusa segera dipenuhi.
1.
Moral development theory
Lawrence
Kohlberg seorang psikolog menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh dalam tiga
tahap yakni; preconvensional stage,conventional level, dan postconventional.
Sedangkan
John Bowlhy mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi sejak lahir dan
konsekwensi bila tidak mendapatkan itu, dia mengajukan theory of attachment
1.
Social Learning Theory
Teori
pembelajaran ini berpendirian bahwa prilaku dilenquent ini dipelajari melalui
proses psikologis yang sama sebagai mana semua prilaku non dilenquent.tokoh
yang mendukung teori ini diantaranya adalah;
1.
Albert Bandura
Ia
berpendapat bahwa individu-individu yang mempelajari kekerasan dan agresi
melalui behavioral modeling; anak belajar bertingkah laku melalui peniruan
tingkah laku orang lain.
1.
Gerard Peterson
Ia
menguji bagaimana agresi dipelajari melalui pengalaman langsung. Ia melihat
bahwa nanak-anak yang bermain secara pasifsering menjadi korban anak-anak
lainnya tetapi kadanng-kadang berhasil mengatasi serangan itu dengan
agresi balasan. Dengan berlalunya waktu anak-anak ini belajar membela diri dan
akhirnya mereka mulai perkelahian.
1.
Ernesnt Burgess dan Ronald Akers
Dimana
mereka mengabungkan learning theory dari Bandura yang berdasarkan psikologi
dengan theori differential association dari Erwin Sutherland yang berdasarkan
sosiologi dan kemudian menghasilkan teori differential association rein
forcemt.
TEORI-TEORI
YANG MENJELASKAN
KEJAHATAN
DARI PERSPEKTIF
SOSIOLOGIS
Dimana
teori-teori sosiologis mencari alasan perbedaan dalam angka kejahtan didalam
linkungan sosial. Teori ini ndapat dikatagorikan dalam 3 katagori umum yakni;
strain, culture divience, dan social control.
1.
StrainTheories
Theori
Anomie dari Emile Durhkeim
Ia
menyakini jika sebuah masyarakat sederhan bekembang menuju suatu masyarakat
yang modern dan kota maka kedekatan yang dibutukan untuk melanjutkan satu set
norma akan merosot dimana kelompok-kelompok akan terpisah dan dalam ketiadaan
dalam satu set aturan-aturan umum tidakan-tindakan dan harapan orang dalam satu
sektor mungkin akan bertentangan tindakan dan harapamn orang lain dengan tidak
dapat diprediksi perilaku system tersebut secara bertahap akan runtuh dan
masyarakat itu dalam kondisi anomie.
Durkheim
mempercayai bahwa hasrat manusia adalah tak terbatas satu. Karena alam tidak
mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan manusia.
CULTURAL
DEVIANCE THEORIES
(TEORI-TEORI
PENYIMPANGAN BUDAYA)
Tiga
teori utama dari kultur devince theories yakni;
1.
social disorganization
yang
terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional yang disebabkan
industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.tokoh yang
terkenal diantaranya adalah;
a. W.I
Thomas dan Florian Znanieck
Dalam
buku mereka yang berjudul The polish peasant in ueropa and America mengambarkan
pengalaman sulit yang dialami petani polandia ketika mereka meninggalkandunia
lamanya yaitu pedesaan untuk menuju kota industi disunia baru. Selain itu
mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigra tua tidak
begitu terpengaru akan kepindahan itu meski berada didaerah kumuh.tetapi tidak
demikian dengan generasi muda mereka memiliki sedikit tradisi lama tetapi tidak
terasimilasi dengan tradisi dunia baru.
a.
Robert Park dan Ernest Burgess.
Mereka
mengembangkan lebih lanjut studi tentang social disorganization dari Thomas dan
Znaniecki dengan menintrodisir analisa ekologi dari masyarakat dunia.
Dalam
studinya tentang disorganization sosial meneliti karakter daerah dan bukan
meneliti para penjahat untuk penjelasantentang tingginya angka kejahatan.mereka
mengembangkan pemikiran tentang natural urban areas yang terdiri atas zona-zona
kosentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnisditengah kota.
a.
Clifford Shaw dan Hendri McKay
Dimana
mereka menunjukan bahwa angka tertinggi dari dilenquent berlangsung terus
diarea yang sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan
ini membawa kesimpulan bahwa factor yang paling menentukan bukan lah
etnissitas melainkan posisi kelompok didalam penyebaran status ekonomi dan
nilai-nilai budaya.
1. Culture
conflick theory
Menegaskan
bahwa kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduck norm yang berbeda dan
bahwa conduck norms dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan
konvensional kelas menegah.tokoh nya yang terkenal adalah Thorsten sellin
dimana ia mengatakan conduk norm merupakan aturan yanmg merefleksikan dari
sikap-sikap dari kelompok yang masing-masing dari kita memilikinya.
1.
differential association theory
memegang
pendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan
nilai-nilai dan siap anti sosial serta pola tingkah laku criminal.tokohnya yang
terkenal adalah; Edwind H. Sutherland dimana ia mengantikan konsep social
disorganized dengan konsepnya tentang differential social organization.
SICIAL
CONTROL
Konsep
sosial control lahir pada peradaban dua puluhan, e.A.ros salah seorang Bapak
sosialog amirika berpendapat bahwa system keyakinan lah yang membimbing apa
yang dilakukan oleh orang-orang dan yangsecara universal mengontrol tingkah
laku, tidak peduli apapun bentuk keyakinan yang dipilih.
Berikut
ini beberapa pendsapat yang tergabung dalam teori control sosial;
TRAVIS
HIRCHI( SOCIAL BONDS)
Ia
menyebutkan empat sosial bonds yangn mendorong sosialzation dan conformity diri
yaitu; attecment ( kasih saying), commitment, involemt, dan bilief. Menurutnya
semakin kuat ikatan ikatan ini semakin kecil kemungkinan terjadi dilenquncy.
MICHAELGOTFREDSON
dan TRAVIS HIRSCHI ( SELF CONTROL THEORY0
Merka
justru menegaskan bahwa self control yang terpendam pada awal kehidupan
seseorangmenetukan siapa yang jatuh sebagai pelaku kejahatan. Jadi control
merupakan suatu keadaan internal yang permanent dibandingkan pada hasil dari
perjalanan factor biologis menurut mereka self control merupakan alat pencegah
yang membuat sesorang menolak kejahatan dan pemuasan sesaat.
DAVID
MATZA (TECHNIQUES OF NETRALIZATION )
Pada
tahun 1960an ia mengembang suatu perspektif yang berbeda secara signifikan pada
sosial control dengan menjelaskan mengapa sebagian remaja hanyut kedalam atau
keluar dari dilequency. Menurutnya remaja merasakan suatu kewajiban moral untuk
memntaati atau terikat dengan hukum.
Jika
seorang remaja terikat oleh aturan sosial bagaimana menjustifikasikan tindakan
mereka. Jawabnya bahwa mereka mengembangkan techinis quest of netralisir untuk
merasionalisasikan tindakan mereka.
ALBERT
J.REISS ( PERSONAL AND SOSIAL CONTROL)
Menurutnya
dilenquency merupakan hasil dari; kegagalan dalam menanamkan norma berprilaku
yang secara sosial diterima dan titentukan, runtuhnya control sosial, dan
tiadanya aturan aturanyang menentukan tingkah laku dikeluarga sekolah dan
kelompok sosial lainnya.
WALTERC.
RECKLESS
Yang
dimaksud dengan containment theory menurutnya adalah untuk menjelaskan mengapa
ditengah berbagai dorongan dan tarikan tarikan kriminogenikyang beraneka macam
apapun itu bentuknya, comformnity tetaplah menjadi sikap yang umum.
TEORI-TEORI
DARI
PERPEKTIF
LAINNYA.
Teori
dari perpektif lainnya ini merupakan suatu alternative penjelasan terhadap
kejahatan yang berbeda debgab teori sebelumnya. Penjelasan alternative ini
secara tegas menolak model consensus tentang kejahatan dimana semua teori
sebelumnya . menurut teori ini kalau perbuatan tidak dibuat kejahatan oleh
hukum maka tidak seorang pun yang melakukan perbuatan itu dapat disebut sebagi
seorang penjahat.dalam pembahasan ini akan menjeaskan mengenai teori teori ;
1
LABELING THEORY
Para
pakar memandang para kriminal bukan sebagai orang yang bersifat yang terlibat
dalam perbuatan-perbuatan bersifat salah tetapi merea adalah individu yang
sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian system peradilan pidana
maupun masyarakat secara luas.
1.
CONFLICK THEORY
1.2 Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan
Kejahatan
merupakan salah satu bentuk dari "perilaku menyimpang" yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk
masyarakat; tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Menurut Saparinah
Sadli
(1976:56)
"perilaku menyimpang itu merupakan
ancaman yang nyata
atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan
atau keteraturan sosial; dapat menimbulkan ketegangan individual
maupun ketegangan-ketegangan sosial; dan merupakan ancaman
riil atau potensil bagi berlangsungnya ketertiban sosial."
Dengan
demikian kejahatan
di samping merupakan masalah kemanusiaan, ia juga merupakan masalah sosial. Bahkan dikatakan Benedict S. Alper (1973:85) merupakan the social
oldest problem.
Menurut
Moch. Sanusi (1987:2), terjadinya
peningkatan kejahatan karena adanya dua faktor yaitu:
1.
Perangkat hukum dan penegakan hukum yang ada ternyata
dalam
pelaksanaannya belum sepenuhnya mampu menimbulkan efek jera
bagi si pelaku. Hal ini dapat saja dikarenakan oleh:
a.
pengenaan hukum yang lebih ringan dibandingkan dengan perbuatan
jahatnya;
b. masih
adanya celah-celah kelemahan hukum yang dapat dimanfaatkan
untuk melakukan kejahatan;
c.
kemampuan aparat penegak hukum yang masih perlu ditingkatkan
agar tidak ada satu tindak pidana pun yang lolos dari
jangkauannya;
d. moral
dari para penegak hukum yang masih memerlukan tempaan
yang efektif agar terhindar dari kemungkinan penyimpangan;
e. adanya
undang-undang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan
perkembangan
masyarakat yang pesat;
f. masih
adanya perbedaan pendapat antara aparat penegak
hukum
terhadap penafsiran dan materi ketentuan hukum.
2. Faktor
lingkungan yang secara aktif mempengaruhi timbul dan berkembangnya
kejahatan, antara
lain:
a.
geografis Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu kepulauan dan lautan yang luas, menimbulkan
kerawanan-kerawanan yang tinggi mengingat terbatasnya
aparat penegak hokum (terutama Polri). Di samping itu
posisi silang Indonesia juga menimbulkan kerawanan bagi terjadinya international
crime.
b.
demografi Indonesia yang termasuk negara padat dunia dengan struktur kependudukan yang sangat heterogen dari
segi suku, adat kebudayaan, dan agama, menimbulkan kerawanan terhadap terjadinya SARA;
c. sumber
daya alam yang walaupun volumenya tinggi namun dibandingkan
dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi juga
menimbulkan kerawanan-kerawanan di bidang sosial-ekonomi;
d.
kehidupan ideologi yang masih ditandai oleh adanya kelompok-kelompok
yang belum sepenuhnya menerima Pancasila secara utuh. Bukti hal
itu adalah masih adanya golongan ekstrim kanan dan
ekstrim kiri;
e.
kehidupan politik yang walaupun berkembang kearah yang mantap
namun masih terdapat golongan-golongan politik praktis
yang masih mengutamakan kepentingan golongan/kelompok;
f.
kehidupan ekonomi merupakan titik rawan yang paling besar seperti antara lain adanya kecemburuan sosial,
jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin, standar hidup
yang rendah,terbatasnya lapangan pekerjaan, dan lain-lain.
g.
kehidupan sosial budaya ditandai oleh adanya erosi nilai-nilai tradisional, adanya difusi kebudayaan dari
negara-negara barat, pengangguran, dekadensi moral, menurunnya
nilai-nilai pendidikan, dan lain-lain yang jelas sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kriminalitas.
Dalam
perspektif kriminologis, pengkajian mengenai kejahatan mengalami
mengalami perkembangan pesat yang memunculkan berbagai teori tentang faktor-faktor
penyebab kejahatan.
Secara tradisional teori-teori
tersebut dibedakan pada
(1) teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari aspek fisik (biologi kriminal);
(2) teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor
psikologis dan psikiatris (psikologi kriminal);
(3) teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari
faktor sosio-kultural (sosiologi kriminal).
Masing-masing
teori tersebut
mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri, karena persoalan kejahatan tidak mungkin dapat
ditinjau dari satu aspek saja. Meskipun demikian teori ketiga (sosiologi kriminal) bersifat lebih komprehensif, karena objek
utama teori ini
adalah
mempelajari hubungan antara masyarakat dengan anggotanya,
antara kelompok --baik karena hubungan tempat maupun
etnis-- dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok,
sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan
kejahatan. Di
samping itu juga dipelajari tentang umur, seks, pelapisan
sosial (berdasarkan tingkat ekonomi, pendidikan, kedudukan
adat, dan sebagainya).
Menurut teori ini, suatu masyarakat
dapat dimengerti dan dinilai hanya melalui latar belakang
kultural yang dimilikinya, norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku. Apakah kultur, norma dan nilai tersebut dipandang baik
atau buruk, seberapa jauh konflik yang timbul antara norma/nilai
yang satu dengan lainnya, dan karenanya dipandang dapat meningkatkan atau paling tidak ikut membantu timbulnya kejahatan. (I.S. Susanto, 1990:40).
Dengan
demikian untuk dapat memahami dan menjelaskan kejahatan yang ada perlu dipelajari
bagaimana aspek-aspek budaya tertentu dapat mempengaruhi
timbulnya kejahatan,
misalnya sampai seberapa jauh budaya membawa
senjata tajam berpengaruh terhadap timbulnya kejahatan kekerasan. Begitu
pula berbagai aspek budaya tertentu lainnya yang pada masa
lampau dianggap sebagai "baik" dengan
perubahan sosial mungkin justru mempunyai pengaruh besar dalam timbulnya kejahatan dan bentuk-bentuk penyimpangan social lainnya
Sejarah Aliran-Aliran Kriminologi*
Kriminologi sebagai bidang studi
tentang kejahatan dapat ditelusuri melalui sejarh panjang dari buku-buku teks
yang terbit di Eropa dan Amerika beberapa waktu yang lampau, khususnya yang
berisi teori-teori tentang kejahatan. Sebagai studi ilmiah tentang kejahatan,
kriminologi tumbuh dan berkembang sebagai rekasi dari “kekacauan” dan ketidak
tertiban di Negara-negara Eropa abad 18 dan 19 dengan harapan bahawa ilmu
pengetahuan baru dapat menemukan hukum alam yang memungkinkan masyarakat
berkembang melalui program untuk mewijudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Akibatnya segala sesuatu yang dipandang sebagai dapat mengganggu terwujudnya
kesejahteraan masyarakat seperti kejahatan, dipandang sebagai melanggar hukum
alam.
Penjelasan demonologik mendasarkan
pada adanya kekuasaan lain atau spirit. Usur utama dalam penjelasan spirtistik
adalah sifatnya yang melampaui dunia empirik, dia tidak terikat oleh
batasan-batasan kebendaan atau fisik, dan beroperasi dalam cara-cara yang bukan
menjadi subyek kontrol atau pengetahuan dari pikiran manusia yang bersifat
terbatas. Oleh karena spirit (roh) itu sendiri tidak dapat dijelaskan dan tidak
dapat dimengerti, sehingga ini merupakan cara penjelasan yang sempurna bagi
semua fenomena.
Pada penjelasan naturalistik,
penjelasan yang di berikan lebih terperinci dan bersifat khusus serta
melihatnya daris egi obyek dan kejadian-kejadian dunia kebendaan dan fisik.
Apabila penjelasan demonologik menguraikan dasar kekuatan dunia lain untuk
menjelaskan apa yang terjadi, maka penejlasan naturalistik menggunakan ide-ide
dan penafsiran terhadap obyek dan kejadian-kejadian serta hubungannya dengan
dunia yang ada. Dengan demikian penjelasannya berada pada apa yang diketahui
atau dianggap benar menurut fakta fisik atau empirik dan dunia kebendaan.
Pendekatan naturalistik inipun dikenal baik pada kuno maupun modern.
1. Kriminologi Klasik
Aliran pemikiran ini mendasarkan pada
pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia
dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang berisfat
perorangan maupun kelompok. Intelegensi membuat manusia mampu mengarahkan
dirinya sendiri dalam arti dia adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari
jiwanya, makhluk yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk mencapai
kepentingan dan kehendaknya. Ini merupakan kerangka pemikiran dari semua
pemikiran klasik seperti dalam filsafat, psikologi, politik, hukum dan ekonomi.
Dalam konsep yang demikian maka masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai
kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan
pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol nasibnya sendiri baik sebagai
individu maupun sebagai suatu masyarakat. Kejahatan di pandang sebagai hasil
pilihan bebas dari individu dalam menilai untung ruginya melakukan kejahatan.
Oleh karena itu secara rasional tanggapan yang diberikan oleh masyarakat
terhadap hal itu adalah dengan meningkatkan kerugian yang harus di bayar dan
menurunkan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan agar orang-orang tidak
memilih melakuakn kejahatan. Dalam hubungan ini tugas kriminolog adalah untuk
membuat pola dan menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan terjadinya
kejahatan. Dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik (neo klasik) maupun
positive merupakan ide-ide yang penting dalam usaha untuk memahami dan mencoba
bebruat sesuatu terhadap kejahatan. Nama yang sangat terkenal adalah Cesare
Beccaria (1738-1794).
(2) Kriminologi Positive
Aliran pemikiran postive bertolak pada
pandnagan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar
kontrolnya, baik berupa faktor biologik maupun kultural. Ini berarti bahwa
manusia bukan makhluk yang bebas untuk bebruat menuruti dorongan keinginannya
dan intelegensianya, akan tetapi makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh
perangkat biologiknya atau evolusi kulturalnya.
Aliran pemikiran ini menghasilkan dua
pandangan yang berbeda yaitu determinis biologik yang menganggap bahwa
organisasi sosial berkembang sebagai hasil dari individu dan perilakunya
dipahami dan diterima sebagai pencerminan umum dari warisan biologik.
Sebaliknya determinis kultural menganggap bahwa perilaku manusia dalams egala
aspeknya selalu berkaitan da mencerminkan nilai-nilai dunia sosio kulturalyang
melingkupinya. Mereka berpendapat bahwa dunia kultural secara relatif tidak tergantung
pada biologik, dalam arti perubahan pada yang satu tidak berarti sesuai atau
segera menghasilkan perubaahn lainnya. Perubahan kultural diterima sebagai
suatu dengan bekerja ciri-ciri istimewa atau khussu dari fenomena kultural
daripada sebagai akibat dari keterbatasan biologik semata. Dengan demikian
biologi bukan penghasil kultur, begitu juga penjelasan biologik tidak mendasari
fenomena kultural.
Cesare Lombrosso (1835-1909) dapat
dipandang sebagai pelopor aliran ini yang memulai studinya dengan mencari
sebab-sebab kejahatan yang lebih menekankan pada sifat dasar perilaku kejahatan
daripada ciri-ciri perbuatan jahat. Disamping itu aliran positive dipandang
sebagai yang pertama kali dalam bidang kriminologi yang memformulasikan dan
menggunakan cara pandang, metodologi dan logika dari ilmu pengetahuan alam di
dalam mempelajari perbuatan manusia.
Sebagai pelopor mazhab positive,
Lombrosso lebih dikenal dengan teori biologi kriminal, namun perlu di catat
bahwa itu bukan merupakan dasar dari aliran positive. Dasar sesungguhnya dari
postivisme dalam kriminologi adalah konsep tentang sebab kejahatan yangbanyak
(multiple factor causation), yakni faktor-faktor yang alami atau yang di bawa
manusia dan dunianya, yang sebagian bersifat biologik dans ebagian karena pengaruh
lingkungan.
(3) Kriminologi Kritis
Kriminologi kritis berpendapat bahwa
fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial, artinya manakala masyarakat
mendefiniskan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka orang-orang tertentu
memenuhi batasan sebagai kejahatan. Ini berarti bahwa kejahatan dan penjahat
bukanlah fenomena yang berdiri sendiri yang dapat diidentifikasikan dan
dipelajari secara obyektif oleh ilmuwan sosial, sebab dia ada hanya karena hal
itu dinyatakan oleh masyarakat. Oleh karenanya kriminologi kritis mempelajari
proses-proses di mana kumpulan tertentu dari orang-orang dan tindakan-tindakan
ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat tertentu. Kriminologi kritis
bukan sekedar mempelajari perilaku dari orang-orang yang didefinisikan sebagai
kejahatan, akan tetapi juga perilaku dari agen-agen kontrol sosial tertentu
sebagai kejahatan. Dekatan kritis ini secara relatif dapat dibedakan antara
pendekatan “interaksionis” dan “konflik”. Pendekatan interkasionis berusaha
untuk menetukan mengapa tindakan-tindkan dan orang-orang tertentu didefinisikan
sebagai kriminal oleh masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi
makna kejahatan yang dimiliki oleh agen kontrol sosial dan orng-orang yang
diberi baatsan sebagai penjahat. Di samping itu juga dipelajari makna proses
sosial yang dimiliki kelompok yang bersangkutan dalam mendefinisikan seseorang
sebagai penjahat.
Hubungan antara kejahatan dan proses
kriminalisasi secara umum dinyatakan dengan digunakannya konsep “penyimpangan”
(deviance) dan rekasi sosial. Kejahatan dipadang sebaagi bagian dari
penyimpangan sosial dalam arti bahwa tindakan yang bersangkutan berbeda dari
tindakan-tindakan yang dipandang sebagai tindakan-tindakan normal atau biasa di
dalam masyarakat dan terhadap tidakan menyimpang tersebut diberikan reaksi
sosial yang negatif, dalam arti secara umum masyarakat memperlakukan
orang-orang tersebut sebagai “berbeda” dan “jahat”. Dengan demikian siapa yang
di pandang menyimpang dari masyarakat tertentu terutama tergantung pada masyarakat
itu sendiri.
Dasar pemikiran interkasionis ini
bersumber pada “symbolic interactionism” yang dikemukakan oleh Mead (1863-1931)
yang menekankan bahwa “sumber” perilaku manusia, tidak hanya ditentukan oleh
peranan kondisi-kondisi sosial, akan tetapi juga pernanan individu dalam
menangani, menafsirkan, dan berinterkasi dengan kondisi-kondisi-kondisi sosial
akan tetapi juga pernan individu dalam menangani, menafsirkan, dan berinteraksi
dengan kondisi-kondisi yang bersangkutan. Menurutnya manusia sebagai pencipta
dan sekaligus sebagai produk dari lingkungannya.
Orientasi sosio-psikologis teori
konflik terletak pada teori-teori interaksi sosial mengenai pembentukan
kepribadian dan konsep “proses sosial” dari perilaku kolektif. Pandnagan ini
mengansumsikan bahwa manusia selalu merupakan makhluk yang terlibat dengan
kelompok-kelompoknya, dalam arti hidupnya merupakan bagian dan produk dari
kelompok kumpulan-kumpulannya. Pandnagan ini juga bernaggapan bahwa masyarakat
merupakan kumpulan kelompok-kelompok yang bersama-sama memikul perubahan, namun
mampu menjaga keseimbangan dalam menghadapi kepentingan-kepentingan dan
usaha-usaha dari kelompok yang bertentangan.
Pada tahun 1970-an muncul apa yang
disebut sebagai “kriminologi Marxis”. Mengenai istilah “kriminologi Marxis” ini
terdapat beberapa penulis yang menentangnnya. Menurut Paul Q. Hirst, tidak ada
teori Marxis tentang kejahatan baik dalam eksistensinya maupun yang dapat
dikembangkan dari marxisme yang ortodoks. Tanpa bermaksud untuk memasuki lebih
dalam pembicaraan tentang Kriminologi Marxis, namun perlu di catat bahwa teori
konflik tidak sama dengan teori Marxis. Lebih-lebih jika ada tanggapan bahwa
aliran kritis sama dengan marxis.
Reid (1976) mislanya, menyatakan bahwa
teori konflik mendasarkan pada 3 hal: bahwa perbedaan bekerjanya hukum
mencerminkan kepentingan dari rulling class bahwa perbuatan kejahatan akibat
dari cara produksi dalam amsyarakat, dan bahwa hukum pidana dibuat untuk
mencapai kepentingan ekonomi rulling class. Apa yang disebut Reid tersebut adalah
tentang Kriminologi Marxis, dan bukan teori konflik yang non Marxis. Satu
perbedaan mendasar anatara kriminologi Marxis dengan non Marxis adalah
pandangannya apakah kejahatan dianggap bersifat patologis. Pada perspektif
konflik yang non Marxis maka kejahatan dipandang sebagai tindakan yang normal
dari orang-orang normal yang tidak memiliki kekuasan yang cukup untuk
mengontrol proses kriminalisasi dan dalam perspektif perilaku menyimpang,
kejahatan dipandang sebagai perwujudan dari kebutuhan masyarakat untuk
mengkriminalisasikan perbedaan. Pendukung kedua perspektif itu menolak ide
karena kejahatan bersifat patologis dengan mengajukan argumentasi bahwa
keduanya, yaitu perbuatan dan kriminalisasi terhadap perbuatan adalah normal.
Sebaliknya bagi kriminologi Marxis,
dia kembali pada ide positivis yakni bahwa kejahatan bersifat patologis, yang
di dasarkan pada konsep Marx bahwa orang menjadi “demoralized” dan subyek dari
segala bentuk kejahatan dan perbuatan yang tidak senonoh apabila di dalam
masyarakat mereka ditolak perananya sebagai produkti. Perilaku yang patologis
tersbeut berupa abtasan ilmiah sebagai perbuatan yang merugikan masyarakat atau
tindakan-tindakan yang memperkosa hak-hak asasi manusia dan dapat meliputi
kejahatan-kejahatan lapis bawah, di mana orang-orang miskin merupakan
sasarannya antara mereka sendiri dan juga lainnya, maupun kejahatan-kejahatan
lapis aats seperti pencemaran, perang, dan eks[loitasi terhadap kelas pekerja.
Sebab-sebab dari perilaku yang bersnagkutan dianalitis dan ditemukan melekat
pada sistem ekonomi kapitalistik dan untuk mengobatinya adalah melalui
pembangunan masyarakat sosialis. Akhirnya perlu di catat di sini bahwa nilai
dari teori konflik yang non Marxis adalah pandangannya bahwasannya di dalam
setiap masyarakat-apakah masyarakat kapitalis, fasis, demokratis atau apa
saja-selalu terdapat konflik nilia-nilai dan kepentingan-kepentingan di antara
bagian-bagian di dalam masyarakat, dan penyelesaian dari pertentangan atau
konflik tersebut akan dipengaruhi oleh kekuasaan dari kelompok-kelompok yang
bertentangan. Sehingga perbedaan aspek dan maknanya reflexivity akan membawa
berbagi implikasi dalam teori, riset dan prakteknya. Misalnya berkaitan dengan
disiplin, konteks, retorika dan penentuan strategi, pendirian atau sudut
pandang dan praktek atau pelaksanaannya.
Di dunia ini paling tidak terdapat dua
fenomena yang sangat powerfull yang mampu mengubah wajah dunia, yaitu ilmu
pengetahuan dan hukum. Hukum adalah sesuatu yang menembus wajah kehidupan
sosial yang sangat mempengaruhi kita. Hukum membentuk hidup kita dari
kondisi-kondisi sejak lahir hingga mati dan segalanya diantaranya. Kriminologi
yang bagaimanapun tidak dapat dihindarkan sebagai pengetahuan tentang
“knowledge-power” yang secara inheren berkaitan dengan praktek penjatuhan
hukuman. Bagaimanapun pandangan untuk membangun reflexie criminology diharapkan
dapat memberikan sumbangan, bukan saja pada aspek peningkatan peradaban dan
kontrol diri dalam manajemen tertentu dari kehidupan sosial dan personal di
dalam amsyarakat akan tetapi juga sebagai pertimbangan tingkat reflexivitas
yang mungkin dapat dilakukan (possible) dan di dalam keinginan-keinginan
intelektual dari disiplin yang ada serta terhadap reformasi sosial.
No comments:
Post a Comment
Yang Penting Komentar!