Bisnis Pulsa

Wednesday, September 25, 2013

TEORI KEJAHATAN DARI ASPEK SOSIOLOGIS DALAM KAITANYA DENGAN PERKEMBANGAN KEJAHATAN DEWASA INI
A. Pendahuluan
Setiap kejahatan yang pasti menimbulkan kerugian-kerugian baik bersifat ekonomis materil maupun yang bersifat immateri yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang anti sosial. Upaya untuk mengatasi kejahatan pun dilakukan baik oleh para penegak hukum maupun oleh para ahli-ahli hukum dan kriminologi. Berbagai Elemen yang ada hubungannya dengan suatu kejahatan dikaji dan dibahas secara intensif seperti : para pelaku (daders), para korban, pembuat undang-undang dan undang, penegak hukum, dan lain-lain. Dengan kata lain semua fenomena baik maupun buruk yang dapat menimbulkan kriminilitas (faktor kriminogen) diperhatikan dalam meninjau dan menganalisa terjadinya suatu kejahatan. Apabila kita membicarakan mengenai kejahatan termasuk sebab-sebanya tentu tidak akan terlepas dari ilmu kriminologi. Menurut Bonger mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan seluas-luasnya Dalam Teori kriminologi sendiri kejahatan terbagi ke dalam tiga perspektif yaitu:
a. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Biologis dan Psikologis
b. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif Sosiologis
c. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif lain
Namun dalam pembahasan kali ini kami hanya akan menganalisis teradap teori kejahatan yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis, dihubungkan dengan perkembangan kejahatan yang terjadi dewasa ini.

B. Kejahatan dari Perspektif Sosiologis
Pada teori kejahatan dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu : strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social control. Perspektif strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatianya pada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Sebaliknya pada teori kontrol sosial mempuyai pendekatan berbeda. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa motivasi untuk melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Selain itu teori ini mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga sosial membuat aturan yang efektif. Teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai-nilai budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma konvensional. 
Sudah umum diterima bahwa objek kriminologi adalah norma-norma kelakuan (tingkah laku) yang tidak disukai oleh kelompok-kelompok masyarakat, tetapi kejahatan (crime) sebagai salah satu dari padanya masih merupakan bagian yang terpenting. Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa kejahatan adalah salah satu persoalan yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial,karena penjahat-penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Beberapa kejahatan menunjukkan sifat-sifat egoistis,ketamakan dari pelaku kejahatan, sama sekali tidak mempedulikan keselamatan, kesejahteraan ataupun barang milik orang lain. Pelaku kejahatan yang lebih besar lagi dan lebih berkuasa umumnya bersatu dan bergabung dengan pegawai-pegawai pemerintah yang korup dan dengan demikian mencoba untuk mencapai tujuan-tujuan mereka dengan melalui saluran pemerintahan.

Sosiologi modern sangat menekankan pada mempelajari struktur dan jalanya masyarakat sekarang ini. Bila dilihat dari sosiologi maka kejahatan adalah salah satu masalah yang paling gawat dari disorganisasi sosial. Karena pelaku kejahatan bergerak dalam aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan, hukum, Undang-Undang, Ketertiban dan Kesejahteraan sosial. dan oleh karena itulah kejahatan merupakan salah satu bagian dari disorganisasi sosial yang perlu diperhatikan. Dalam culture conflict theory Thomas Sellin menyatakan bahwa setiap kelompok memiliki conduct morm-nya sediri dan dari conduct norms dari satu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms kelompok lain. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya mugkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma-norma kelokpoknya itu bertentangan dengan norma-norma dari masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama antara seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig-masing menganut conduct norms yang berbeda. Sebaliknya dalam teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.

C. PERKEMBANGAN KEJAHATAN
Secara umum kejahatan sebagai kebalikan dari kekuasaan; semakin besar kekuasaan seseorang atau sekelompok orang semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan kejahatan dan demikian juga sebaliknya. Orientasi sosio-psikologis teori ini pada teori-teori interaksi sosial mengenai pembentukan kepribadian dan konsep “proses sosial” dari perilaku kolektif. Dalam pandangan teori ini bahwa manusia secara terus menerus berlaku untuk terlibat dalam kelompoknya dengan arti lain hidupnya merupakan bagian dan produk dari kumpulan kumpulan kelompoknya. Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif. Dalam perkembangan lebih lanjut aliran ini melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama yaitu; (1) bahwa perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari kepentingan rulling class (2) kejahatan merupakan akibat dari proses produksi dalam masyarakat, dan (3) hukumj pidana dibuat untuk mencapai kepentingan ekonomi dari rulling class. Perkembangan kejahatan tidak terlepas dari perkembangan zaman yang juga akan melahirkan kemajuan teknologi. Di sini orang tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya, walaupun sebenarya telah memperoleh kekuasaan serta kekayaan yang cukup, tetapi tetap saja melakukan kejahatan. Munculnya teknologi canggih sangat memudahkan terciptanya jenis kejahatan baru pula sehingga kejahatan yang kita kenal tidak hanya berupa kejahatan yang konvensional saja.
Sebagai contoh misalnya terjadinya tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan Tindak pidana tersebut bahkan tidak hanya melibatkan masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebanyakan jenis kejahatan baru yang muncul tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang berintelek tinggi. Menurut Park dan Burgess berbagai pola-pola sosial yang melemahkan ikatan-ikatan keluarga dan komunal yang mengikat bersama para penduduk dan mengakibatkan disorgaisasi sosial. Disorganisasi sosial inilah yang diyakini sebagai sumber dari kejahatan, dikarenakan masyarakat sudah tidak berpegang pada nilai-nilai yang berlaku yang terlalu bersikap egoistis untuk kepentinganya sendiri. Disini kami lebih cenderung berpihak pada teori kontrol sosial dimana sebenarnya kejahatan itu bisa dilakukan oleh siapa saja tidak mempedulikan strata sosial yang terbentuk dalam lingkungan masyarakat. Orang akan mengikuti hukum sebagai respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu dalam kehidupan. Seseorang akan menjadi kriminil ketika kekuatan-kekuatan yang kontrol mengontrol tersebut lemah atau hilang. Berbagai jenis kejahatan yang terjadi seiring dengan perkembangan zaman menunjukkan kontrol sosial yang lemah sehingga setiap orang cenderung bersikap egoistis dengan segala cara dan memanfaatkan posisi atau kekuasaan untuk melakuka kejahatan. Misalnya kejahatan di bidang ekonomi menunjukkan sosial kontrol terhadap pelaku kegiatan ekonomi sedikit terabaikan. Jenis-jenis kontrol sosial ini dapat menjadi positif maupun negatif. Positif apabila dapat merintangi orang melakukan kejahatan. Negatif apabila mendorong penindasan, membatasi atau melahirkan korupsi dari mereka yang memiliki kekuasaan.


D. PENUTUP
Dengan mendasarkan pada uraian di atas bahwasanya teori kejahatan dari perspektif sosiologis berusaha mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Dari sudut pandang sosiologi maka dapatlah dikatakan bahwa kejahatan adalah salah satu persoalan yang paling serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial,karena penjahat-penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Maka dari itu diperlukan sarana kontrol sosial untuk mengantisipasi atau mencegah dilakukanya tindakan kejahatan oleh seseorang dalam masyarakat karena apabila kontrol sosial ini lemah berpotensi meningkatkan angka kejahatan dalam masyarakat.


Daftar Pustaka
Romli Atmasasmita. 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Eresco
Purnianti, Moh.Kemal Darmawan. 1994. Mazhab dan Penggolongan Teori dalam Kriminologi. Bandung: Citra Aditya Bakti

Topo santoso, Eva Achjani Zulfa. 2002.Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada


INTI SARI DARI TEORI-TEORI KRIMINOLOGI
Dalam kriminologi terdapat beberapa teori yang dibagi kedalam tiga perspektif yaitu :
1.      teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif biologi dan psikologis.
2.      teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif sosiologis,
3.      teori-teori yang menjelaskan kejahatan dari perpektif lain.
teori yang menjelaskan kejahatan  dari perpektif biologi dan psikologis.
“Cesare Lombroso” seorang Italia yang sering dianggap sebagai “the father of modern criminology” ia menjelaskan kejahatan dari mashab klasik menuju mashab positif.
Perbedaan signifikan antara mashab klasik dan mashab positif adalah bahwa yang terakhir tadi mencari fakta empiris untuk menmgkonfirmasi gagasan bahwa kejahatan itu dutentukan oleh berbagai factor.dimana para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai dimasa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu dll.
Sementara dari tokoh biologis mengukuti tradisi Charles Goring dalam upaya menelusuri  tentang tingkah laku criminal.
Penjelasan biologis Atas Kejahatan
Auguste Comte(1798-18570 ) membawa pengaruh penting bagi para tokoh mazhab positif menurutnya ” there could be no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist. Tokoh yang terkenal diantaranya yaitu:
Cesare Lomroso
dimana ia mengabungkan positivisme comte, evaluasi dari Darwin . ajaran inti dari teori nya menjelaskan tentangpenjahat mewakili suatu tipe keanehan fisik, yang berbeda dengan non criminal, dia menklaim bahwa para penjahat mewakili sutau bentuk kemerosotan yang termanifes dalam karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.
Teori nya tentang born criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat.
Enrico Ferri
Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh pengaruh interaktif diantara factor fisik dan factor sosial. Dia juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol denagn perubahansosial.
Raffaela Garafola
Menurut teori ini kejahatan-kejahatan alamiah ditemukan didalam seluruh masyarakat manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikannya.
Charles Buchman Goring
Ia menyimpulkan tidak ada perbedaan-perbedaan signifikan antara penjahat dan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapat lebih kecil danramping. Ia menafsirkan temuan ini sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologi lebih nferior tetapi tidak menemukan satu pun tipe fisik penjahat.
BODY TYPES THEORIES
(teori-teori fisik)
a.  Ernst Kretchmer( 1888-1964)
Ia mengidentifikasi empat tipe fisik yakni; asthenic; athletic; pyknic; dan beberapa tipe campuran
b.  Ernest A. Hooten
Seorang antropologi fisik. Perhatiannya terhadap kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara diamirika dengansuatu control group dari non criminal.
c.  William H. Sheldon
Ia memfomulasikan sendiri sendiri kelompok samatotypes. Menurutnya orang yang didomisi sifat bawaan mesomorph cenderung lebih dari orang lainnya untuk terlibat prilaku illegal.
d.  Sheldon Glueck
Ia melakukan studi kompratif antar pria delinquent dengan non-dilenqunt.
PENJELASAN PSIKOLOGIS ATAS KEJAHATAN
1.      Theori psikoanalisis ( Sigmund Freud)
Teori ini menghubungkan dilequent dan prilaku criminal denag suatu conscience yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan siindividu dan bagi kebutuhan yang harusa segera dipenuhi.
1.      Moral development theory
Lawrence Kohlberg seorang psikolog menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh dalam tiga tahap yakni; preconvensional stage,conventional level, dan postconventional.
Sedangkan John Bowlhy mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi sejak lahir dan konsekwensi bila tidak mendapatkan itu, dia mengajukan theory of attachment
1.      Social Learning  Theory
Teori pembelajaran ini berpendirian bahwa prilaku dilenquent ini dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagai mana semua prilaku non dilenquent.tokoh yang mendukung teori ini diantaranya adalah;
1.      Albert Bandura
Ia berpendapat bahwa individu-individu yang mempelajari kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling; anak belajar bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain.
1.      Gerard Peterson
Ia menguji bagaimana agresi dipelajari melalui pengalaman langsung. Ia melihat bahwa nanak-anak yang bermain secara pasifsering menjadi korban anak-anak lainnya tetapi kadanng-kadang berhasil  mengatasi serangan itu dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu anak-anak ini belajar membela diri dan akhirnya mereka mulai perkelahian.
1.      Ernesnt Burgess dan Ronald Akers
Dimana mereka mengabungkan learning theory dari Bandura yang berdasarkan psikologi dengan theori differential association dari Erwin Sutherland yang berdasarkan sosiologi dan kemudian menghasilkan teori differential association rein forcemt.
TEORI-TEORI YANG MENJELASKAN
KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF
SOSIOLOGIS
Dimana teori-teori sosiologis mencari alasan perbedaan dalam angka kejahtan didalam linkungan sosial. Teori ini ndapat dikatagorikan dalam 3 katagori umum yakni; strain, culture divience, dan social control.
1.      StrainTheories
Theori Anomie dari Emile Durhkeim
Ia menyakini jika sebuah masyarakat sederhan bekembang menuju suatu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan yang dibutukan untuk melanjutkan satu set norma akan merosot dimana kelompok-kelompok akan terpisah dan dalam ketiadaan dalam satu set aturan-aturan umum tidakan-tindakan dan harapan orang dalam satu sektor mungkin akan bertentangan tindakan dan harapamn orang lain dengan tidak dapat diprediksi perilaku system tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat itu dalam kondisi anomie.
Durkheim mempercayai bahwa hasrat manusia adalah tak terbatas satu. Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan manusia.
CULTURAL DEVIANCE THEORIES
(TEORI-TEORI PENYIMPANGAN BUDAYA)
Tiga teori utama dari kultur devince theories yakni;
1.      social disorganization
yang terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional yang disebabkan industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.tokoh yang terkenal diantaranya adalah;
a.      W.I Thomas dan Florian Znanieck
Dalam buku mereka yang berjudul The polish peasant in ueropa and America mengambarkan pengalaman sulit yang dialami petani polandia ketika mereka meninggalkandunia lamanya yaitu pedesaan untuk menuju kota industi disunia baru. Selain itu mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigra tua tidak begitu terpengaru akan kepindahan itu meski berada didaerah kumuh.tetapi tidak demikian dengan generasi muda mereka memiliki sedikit tradisi lama tetapi tidak terasimilasi dengan tradisi dunia baru.
a.      Robert Park dan Ernest Burgess.
Mereka mengembangkan lebih lanjut studi tentang social disorganization dari Thomas dan Znaniecki dengan menintrodisir analisa ekologi dari masyarakat dunia.
Dalam studinya tentang disorganization sosial meneliti karakter daerah dan bukan meneliti para penjahat untuk penjelasantentang tingginya angka kejahatan.mereka mengembangkan pemikiran tentang natural urban areas yang terdiri atas zona-zona kosentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnisditengah kota.
a.      Clifford Shaw dan Hendri McKay
Dimana mereka menunjukan bahwa angka tertinggi dari dilenquent berlangsung terus diarea yang sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan ini membawa kesimpulan bahwa factor yang paling menentukan  bukan lah etnissitas melainkan posisi kelompok didalam penyebaran status ekonomi dan nilai-nilai budaya.
1.      Culture conflick theory
Menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduck norm yang berbeda dan bahwa conduck norms dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan konvensional kelas menegah.tokoh nya yang terkenal adalah Thorsten sellin dimana ia mengatakan conduk norm merupakan aturan yanmg merefleksikan dari sikap-sikap dari kelompok yang masing-masing dari kita memilikinya.
1.      differential association theory
memegang pendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat hubungan dengan nilai-nilai dan siap anti sosial serta pola tingkah laku criminal.tokohnya yang terkenal adalah; Edwind H. Sutherland dimana ia mengantikan konsep social disorganized dengan konsepnya tentang differential social organization.
SICIAL CONTROL
Konsep sosial control lahir pada peradaban dua puluhan, e.A.ros salah seorang Bapak sosialog amirika berpendapat bahwa system keyakinan lah yang membimbing apa yang dilakukan oleh orang-orang dan yangsecara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli apapun bentuk keyakinan yang dipilih.
Berikut ini beberapa pendsapat yang tergabung dalam teori control sosial;
TRAVIS HIRCHI( SOCIAL BONDS)
Ia menyebutkan empat sosial bonds yangn mendorong sosialzation dan conformity diri yaitu; attecment ( kasih saying), commitment, involemt, dan bilief. Menurutnya semakin kuat ikatan ikatan ini semakin kecil kemungkinan terjadi dilenquncy.
MICHAELGOTFREDSON dan TRAVIS HIRSCHI ( SELF CONTROL THEORY0
Merka justru menegaskan bahwa self control yang terpendam pada awal kehidupan seseorangmenetukan siapa yang jatuh sebagai pelaku kejahatan. Jadi control merupakan suatu keadaan internal yang permanent dibandingkan pada hasil dari perjalanan factor biologis menurut mereka self control merupakan alat pencegah yang membuat sesorang menolak kejahatan dan pemuasan sesaat.
DAVID MATZA (TECHNIQUES OF NETRALIZATION )
Pada tahun 1960an ia mengembang suatu perspektif yang berbeda secara signifikan pada sosial control dengan menjelaskan mengapa sebagian remaja hanyut kedalam atau keluar dari dilequency. Menurutnya remaja merasakan suatu kewajiban moral untuk memntaati atau terikat dengan hukum.
Jika seorang remaja terikat oleh aturan sosial bagaimana menjustifikasikan tindakan mereka. Jawabnya bahwa mereka mengembangkan techinis quest of netralisir untuk merasionalisasikan tindakan mereka.
ALBERT J.REISS ( PERSONAL AND SOSIAL CONTROL)
Menurutnya dilenquency merupakan hasil dari; kegagalan dalam menanamkan norma berprilaku yang secara sosial diterima dan titentukan, runtuhnya control sosial, dan tiadanya aturan aturanyang menentukan tingkah laku dikeluarga sekolah dan kelompok sosial lainnya.
WALTERC. RECKLESS
Yang dimaksud dengan containment theory menurutnya adalah untuk menjelaskan mengapa ditengah berbagai dorongan dan tarikan tarikan kriminogenikyang beraneka macam apapun itu bentuknya, comformnity tetaplah menjadi sikap yang umum.
TEORI-TEORI DARI
PERPEKTIF LAINNYA.
Teori dari perpektif lainnya ini merupakan suatu alternative penjelasan terhadap kejahatan yang berbeda debgab teori sebelumnya. Penjelasan alternative ini secara tegas menolak model consensus tentang kejahatan dimana semua teori sebelumnya . menurut teori ini kalau perbuatan tidak dibuat kejahatan oleh hukum maka tidak seorang pun yang melakukan perbuatan itu dapat disebut sebagi seorang penjahat.dalam pembahasan ini akan menjeaskan mengenai teori teori ;
1 LABELING THEORY
Para pakar memandang para kriminal bukan sebagai orang yang bersifat yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan bersifat salah tetapi merea adalah individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian system peradilan pidana maupun masyarakat secara luas.


1.      CONFLICK THEORY


1.2 Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan
Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari "perilaku menyimpang" yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat; tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Menurut Saparinah Sadli
(1976:56)
 "perilaku menyimpang itu merupakan ancaman yang  nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial; dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial; dan merupakan ancaman riil atau potensil bagi berlangsungnya ketertiban sosial."
Dengan demikian kejahatan di samping merupakan masalah kemanusiaan, ia juga merupakan masalah sosial. Bahkan dikatakan Benedict S. Alper (1973:85) merupakan the social oldest problem.
Menurut Moch. Sanusi (1987:2), terjadinya peningkatan kejahatan karena adanya dua faktor yaitu:
1. Perangkat hukum dan penegakan hukum yang ada ternyata
dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya mampu menimbulkan efek jera bagi si pelaku. Hal ini dapat saja dikarenakan oleh:
a. pengenaan hukum yang lebih ringan dibandingkan dengan perbuatan jahatnya;
b. masih adanya celah-celah kelemahan hukum yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan;
c. kemampuan aparat penegak hukum yang masih perlu ditingkatkan agar tidak ada satu tindak pidana pun yang lolos dari jangkauannya;
d. moral dari para penegak hukum yang masih memerlukan tempaan yang efektif agar terhindar dari kemungkinan penyimpangan;
e. adanya undang-undang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan
perkembangan masyarakat yang pesat;
f. masih adanya perbedaan pendapat antara aparat penegak
hukum terhadap penafsiran dan materi ketentuan hukum.
2. Faktor lingkungan yang secara aktif mempengaruhi timbul dan berkembangnya kejahatan, antara lain:
a. geografis Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu kepulauan dan lautan yang luas, menimbulkan kerawanan-kerawanan yang tinggi mengingat terbatasnya aparat penegak hokum (terutama Polri). Di samping itu posisi silang Indonesia juga menimbulkan kerawanan bagi terjadinya international crime.
b. demografi Indonesia yang termasuk negara padat dunia dengan struktur kependudukan yang sangat heterogen dari segi suku, adat kebudayaan, dan agama, menimbulkan kerawanan terhadap terjadinya SARA;
c. sumber daya alam yang walaupun volumenya tinggi namun dibandingkan dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi juga menimbulkan kerawanan-kerawanan di bidang sosial-ekonomi;
d. kehidupan ideologi yang masih ditandai oleh adanya kelompok-kelompok yang belum sepenuhnya menerima Pancasila secara utuh. Bukti hal itu adalah masih adanya golongan ekstrim kanan dan ekstrim kiri;
e. kehidupan politik yang walaupun berkembang kearah yang mantap namun masih terdapat golongan-golongan politik praktis yang masih mengutamakan kepentingan golongan/kelompok;
f. kehidupan ekonomi merupakan titik rawan yang paling besar seperti antara lain adanya kecemburuan sosial, jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin, standar hidup yang rendah,terbatasnya lapangan pekerjaan, dan lain-lain.
g. kehidupan sosial budaya ditandai oleh adanya erosi nilai-nilai tradisional, adanya difusi kebudayaan dari negara-negara barat, pengangguran, dekadensi moral, menurunnya nilai-nilai pendidikan, dan lain-lain yang jelas sangat berpengaruh terhadap perkembangan kriminalitas.
Dalam perspektif kriminologis, pengkajian mengenai kejahatan mengalami mengalami perkembangan pesat yang memunculkan berbagai teori tentang faktor-faktor penyebab kejahatan. Secara tradisional teori-teori tersebut dibedakan pada
(1) teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari aspek fisik (biologi kriminal);
(2) teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor psikologis dan psikiatris (psikologi kriminal);
(3) teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor sosio-kultural (sosiologi kriminal).
Masing-masing teori tersebut mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri, karena persoalan kejahatan tidak mungkin dapat ditinjau dari satu aspek saja. Meskipun demikian teori ketiga (sosiologi kriminal) bersifat lebih komprehensif, karena objek utama teori ini
adalah mempelajari hubungan antara masyarakat dengan anggotanya, antara kelompok --baik karena hubungan tempat maupun etnis-- dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan
kejahatan. Di samping itu juga dipelajari tentang umur, seks, pelapisan sosial (berdasarkan tingkat ekonomi, pendidikan, kedudukan adat, dan sebagainya).
Menurut teori ini, suatu masyarakat dapat dimengerti dan dinilai hanya melalui latar belakang kultural yang dimilikinya, norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Apakah kultur, norma dan nilai tersebut dipandang baik atau buruk, seberapa jauh konflik yang timbul antara norma/nilai yang satu dengan lainnya, dan karenanya dipandang dapat meningkatkan atau paling tidak ikut membantu timbulnya kejahatan. (I.S. Susanto, 1990:40).
Dengan demikian untuk dapat memahami dan menjelaskan kejahatan yang ada perlu dipelajari bagaimana aspek-aspek budaya tertentu dapat mempengaruhi timbulnya kejahatan, misalnya sampai seberapa jauh budaya membawa senjata tajam berpengaruh terhadap timbulnya kejahatan kekerasan. Begitu pula berbagai aspek budaya tertentu lainnya yang pada masa lampau dianggap sebagai "baik" dengan perubahan sosial mungkin justru mempunyai pengaruh besar dalam timbulnya kejahatan dan bentuk-bentuk penyimpangan social lainnya
Sejarah Aliran-Aliran Kriminologi*
Kriminologi sebagai bidang studi tentang kejahatan dapat ditelusuri melalui sejarh panjang dari buku-buku teks yang terbit di Eropa dan Amerika beberapa waktu yang lampau, khususnya yang berisi teori-teori tentang kejahatan. Sebagai studi ilmiah tentang kejahatan, kriminologi tumbuh dan berkembang sebagai rekasi dari “kekacauan” dan ketidak tertiban di Negara-negara Eropa abad 18 dan 19 dengan harapan bahawa ilmu pengetahuan baru dapat menemukan hukum alam yang memungkinkan masyarakat berkembang melalui program untuk mewijudkan kesejahteraan masyarakatnya. Akibatnya segala sesuatu yang dipandang sebagai dapat mengganggu terwujudnya kesejahteraan masyarakat seperti kejahatan, dipandang sebagai melanggar hukum alam.
Penjelasan demonologik mendasarkan pada adanya kekuasaan lain atau spirit. Usur utama dalam penjelasan spirtistik adalah sifatnya yang melampaui dunia empirik, dia tidak terikat oleh batasan-batasan kebendaan atau fisik, dan beroperasi dalam cara-cara yang bukan menjadi subyek kontrol atau pengetahuan dari pikiran manusia yang bersifat terbatas. Oleh karena spirit (roh) itu sendiri tidak dapat dijelaskan dan tidak dapat dimengerti, sehingga ini merupakan cara penjelasan yang sempurna bagi semua fenomena.
Pada penjelasan naturalistik, penjelasan yang di berikan lebih terperinci dan bersifat khusus serta melihatnya daris egi obyek dan kejadian-kejadian dunia kebendaan dan fisik. Apabila penjelasan demonologik menguraikan dasar kekuatan dunia lain untuk menjelaskan apa yang terjadi, maka penejlasan naturalistik menggunakan ide-ide dan penafsiran terhadap obyek dan kejadian-kejadian serta hubungannya dengan dunia yang ada. Dengan demikian penjelasannya berada pada apa yang diketahui atau dianggap benar menurut fakta fisik atau empirik dan dunia kebendaan. Pendekatan naturalistik inipun dikenal baik pada kuno maupun modern.
1. Kriminologi Klasik
Aliran pemikiran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang berisfat perorangan maupun kelompok. Intelegensi membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri dalam arti dia adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk yang mampu memahami dirinya dan bertindak untuk mencapai kepentingan dan kehendaknya. Ini merupakan kerangka pemikiran dari semua pemikiran klasik seperti dalam filsafat, psikologi, politik, hukum dan ekonomi. Dalam konsep yang demikian maka masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol nasibnya sendiri baik sebagai individu maupun sebagai suatu masyarakat. Kejahatan di pandang sebagai hasil pilihan bebas dari individu dalam menilai untung ruginya melakukan kejahatan. Oleh karena itu secara rasional tanggapan yang diberikan oleh masyarakat terhadap hal itu adalah dengan meningkatkan kerugian yang harus di bayar dan menurunkan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan agar orang-orang tidak memilih melakuakn kejahatan. Dalam hubungan ini tugas kriminolog adalah untuk membuat pola dan menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan terjadinya kejahatan. Dalam literatur kriminologi, pemikiran klasik (neo klasik) maupun positive merupakan ide-ide yang penting dalam usaha untuk memahami dan mencoba bebruat sesuatu terhadap kejahatan. Nama yang sangat terkenal adalah Cesare Beccaria (1738-1794).
(2) Kriminologi Positive
Aliran pemikiran postive bertolak pada pandnagan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik berupa faktor biologik maupun kultural. Ini berarti bahwa manusia bukan makhluk yang bebas untuk bebruat menuruti dorongan keinginannya dan intelegensianya, akan tetapi makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh perangkat biologiknya atau evolusi kulturalnya.
Aliran pemikiran ini menghasilkan dua pandangan yang berbeda yaitu determinis biologik yang menganggap bahwa organisasi sosial berkembang sebagai hasil dari individu dan perilakunya dipahami dan diterima sebagai pencerminan umum dari warisan biologik. Sebaliknya determinis kultural menganggap bahwa perilaku manusia dalams egala aspeknya selalu berkaitan da mencerminkan nilai-nilai dunia sosio kulturalyang melingkupinya. Mereka berpendapat bahwa dunia kultural secara relatif tidak tergantung pada biologik, dalam arti perubahan pada yang satu tidak berarti sesuai atau segera menghasilkan perubaahn lainnya. Perubahan kultural diterima sebagai suatu dengan bekerja ciri-ciri istimewa atau khussu dari fenomena kultural daripada sebagai akibat dari keterbatasan biologik semata. Dengan demikian biologi bukan penghasil kultur, begitu juga penjelasan biologik tidak mendasari fenomena kultural.
Cesare Lombrosso (1835-1909) dapat dipandang sebagai pelopor aliran ini yang memulai studinya dengan mencari sebab-sebab kejahatan yang lebih menekankan pada sifat dasar perilaku kejahatan daripada ciri-ciri perbuatan jahat. Disamping itu aliran positive dipandang sebagai yang pertama kali dalam bidang kriminologi yang memformulasikan dan menggunakan cara pandang, metodologi dan logika dari ilmu pengetahuan alam di dalam mempelajari perbuatan manusia.
Sebagai pelopor mazhab positive, Lombrosso lebih dikenal dengan teori biologi kriminal, namun perlu di catat bahwa itu bukan merupakan dasar dari aliran positive. Dasar sesungguhnya dari postivisme dalam kriminologi adalah konsep tentang sebab kejahatan yangbanyak (multiple factor causation), yakni faktor-faktor yang alami atau yang di bawa manusia dan dunianya, yang sebagian bersifat biologik dans ebagian karena pengaruh lingkungan.
(3) Kriminologi Kritis
Kriminologi kritis berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi sosial, artinya manakala masyarakat mendefiniskan tindakan tertentu sebagai kejahatan, maka orang-orang tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Ini berarti bahwa kejahatan dan penjahat bukanlah fenomena yang berdiri sendiri yang dapat diidentifikasikan dan dipelajari secara obyektif oleh ilmuwan sosial, sebab dia ada hanya karena hal itu dinyatakan oleh masyarakat. Oleh karenanya kriminologi kritis mempelajari proses-proses di mana kumpulan tertentu dari orang-orang dan tindakan-tindakan ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat tertentu. Kriminologi kritis bukan sekedar mempelajari perilaku dari orang-orang yang didefinisikan sebagai kejahatan, akan tetapi juga perilaku dari agen-agen kontrol sosial tertentu sebagai kejahatan. Dekatan kritis ini secara relatif dapat dibedakan antara pendekatan “interaksionis” dan “konflik”. Pendekatan interkasionis berusaha untuk menetukan mengapa tindakan-tindkan dan orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal oleh masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki oleh agen kontrol sosial dan orng-orang yang diberi baatsan sebagai penjahat. Di samping itu juga dipelajari makna proses sosial yang dimiliki kelompok yang bersangkutan dalam mendefinisikan seseorang sebagai penjahat.
Hubungan antara kejahatan dan proses kriminalisasi secara umum dinyatakan dengan digunakannya konsep “penyimpangan” (deviance) dan rekasi sosial. Kejahatan dipadang sebaagi bagian dari penyimpangan sosial dalam arti bahwa tindakan yang bersangkutan berbeda dari tindakan-tindakan yang dipandang sebagai tindakan-tindakan normal atau biasa di dalam masyarakat dan terhadap tidakan menyimpang tersebut diberikan reaksi sosial yang negatif, dalam arti secara umum masyarakat memperlakukan orang-orang tersebut sebagai “berbeda” dan “jahat”. Dengan demikian siapa yang di pandang menyimpang dari masyarakat tertentu terutama tergantung pada masyarakat itu sendiri.
Dasar pemikiran interkasionis ini bersumber pada “symbolic interactionism” yang dikemukakan oleh Mead (1863-1931) yang menekankan bahwa “sumber” perilaku manusia, tidak hanya ditentukan oleh peranan kondisi-kondisi sosial, akan tetapi juga pernanan individu dalam menangani, menafsirkan, dan berinterkasi dengan kondisi-kondisi-kondisi sosial akan tetapi juga pernan individu dalam menangani, menafsirkan, dan berinteraksi dengan kondisi-kondisi yang bersangkutan. Menurutnya manusia sebagai pencipta dan sekaligus sebagai produk dari lingkungannya.
Orientasi sosio-psikologis teori konflik terletak pada teori-teori interaksi sosial mengenai pembentukan kepribadian dan konsep “proses sosial” dari perilaku kolektif. Pandnagan ini mengansumsikan bahwa manusia selalu merupakan makhluk yang terlibat dengan kelompok-kelompoknya, dalam arti hidupnya merupakan bagian dan produk dari kelompok kumpulan-kumpulannya. Pandnagan ini juga bernaggapan bahwa masyarakat merupakan kumpulan kelompok-kelompok yang bersama-sama memikul perubahan, namun mampu menjaga keseimbangan dalam menghadapi kepentingan-kepentingan dan usaha-usaha dari kelompok yang bertentangan.
Pada tahun 1970-an muncul apa yang disebut sebagai “kriminologi Marxis”. Mengenai istilah “kriminologi Marxis” ini terdapat beberapa penulis yang menentangnnya. Menurut Paul Q. Hirst, tidak ada teori Marxis tentang kejahatan baik dalam eksistensinya maupun yang dapat dikembangkan dari marxisme yang ortodoks. Tanpa bermaksud untuk memasuki lebih dalam pembicaraan tentang Kriminologi Marxis, namun perlu di catat bahwa teori konflik tidak sama dengan teori Marxis. Lebih-lebih jika ada tanggapan bahwa aliran kritis sama dengan marxis.
Reid (1976) mislanya, menyatakan bahwa teori konflik mendasarkan pada 3 hal: bahwa perbedaan bekerjanya hukum mencerminkan kepentingan dari rulling class bahwa perbuatan kejahatan akibat dari cara produksi dalam amsyarakat, dan bahwa hukum pidana dibuat untuk mencapai kepentingan ekonomi rulling class. Apa yang disebut Reid tersebut adalah tentang Kriminologi Marxis, dan bukan teori konflik yang non Marxis. Satu perbedaan mendasar anatara kriminologi Marxis dengan non Marxis adalah pandangannya apakah kejahatan dianggap bersifat patologis. Pada perspektif konflik yang non Marxis maka kejahatan dipandang sebagai tindakan yang normal dari orang-orang normal yang tidak memiliki kekuasan yang cukup untuk mengontrol proses kriminalisasi dan dalam perspektif perilaku menyimpang, kejahatan dipandang sebagai perwujudan dari kebutuhan masyarakat untuk mengkriminalisasikan perbedaan. Pendukung kedua perspektif itu menolak ide karena kejahatan bersifat patologis dengan mengajukan argumentasi bahwa keduanya, yaitu perbuatan dan kriminalisasi terhadap perbuatan adalah normal.
Sebaliknya bagi kriminologi Marxis, dia kembali pada ide positivis yakni bahwa kejahatan bersifat patologis, yang di dasarkan pada konsep Marx bahwa orang menjadi “demoralized” dan subyek dari segala bentuk kejahatan dan perbuatan yang tidak senonoh apabila di dalam masyarakat mereka ditolak perananya sebagai produkti. Perilaku yang patologis tersbeut berupa abtasan ilmiah sebagai perbuatan yang merugikan masyarakat atau tindakan-tindakan yang memperkosa hak-hak asasi manusia dan dapat meliputi kejahatan-kejahatan lapis bawah, di mana orang-orang miskin merupakan sasarannya antara mereka sendiri dan juga lainnya, maupun kejahatan-kejahatan lapis aats seperti pencemaran, perang, dan eks[loitasi terhadap kelas pekerja. Sebab-sebab dari perilaku yang bersnagkutan dianalitis dan ditemukan melekat pada sistem ekonomi kapitalistik dan untuk mengobatinya adalah melalui pembangunan masyarakat sosialis. Akhirnya perlu di catat di sini bahwa nilai dari teori konflik yang non Marxis adalah pandangannya bahwasannya di dalam setiap masyarakat-apakah masyarakat kapitalis, fasis, demokratis atau apa saja-selalu terdapat konflik nilia-nilai dan kepentingan-kepentingan di antara bagian-bagian di dalam masyarakat, dan penyelesaian dari pertentangan atau konflik tersebut akan dipengaruhi oleh kekuasaan dari kelompok-kelompok yang bertentangan. Sehingga perbedaan aspek dan maknanya reflexivity akan membawa berbagi implikasi dalam teori, riset dan prakteknya. Misalnya berkaitan dengan disiplin, konteks, retorika dan penentuan strategi, pendirian atau sudut pandang dan praktek atau pelaksanaannya.
Di dunia ini paling tidak terdapat dua fenomena yang sangat powerfull yang mampu mengubah wajah dunia, yaitu ilmu pengetahuan dan hukum. Hukum adalah sesuatu yang menembus wajah kehidupan sosial yang sangat mempengaruhi kita. Hukum membentuk hidup kita dari kondisi-kondisi sejak lahir hingga mati dan segalanya diantaranya. Kriminologi yang bagaimanapun tidak dapat dihindarkan sebagai pengetahuan tentang “knowledge-power” yang secara inheren berkaitan dengan praktek penjatuhan hukuman. Bagaimanapun pandangan untuk membangun reflexie criminology diharapkan dapat memberikan sumbangan, bukan saja pada aspek peningkatan peradaban dan kontrol diri dalam manajemen tertentu dari kehidupan sosial dan personal di dalam amsyarakat akan tetapi juga sebagai pertimbangan tingkat reflexivitas yang mungkin dapat dilakukan (possible) dan di dalam keinginan-keinginan intelektual dari disiplin yang ada serta terhadap reformasi sosial.


No comments:

Post a Comment

Yang Penting Komentar!