Bisnis Pulsa

Monday, December 30, 2013

Rangkuman Materi Hukum Pajak



RANGKUMAN MATERI HUKUM PAJAK
PERTEMUAN PERTAMA SAMPAI PERTEMUAN KEENAM

Pengertian Hukum Pajak
            Menurut Prof. Dr. Bohari, Hukum pajak adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara wajib pajak dan fiskus (pejabat pajak). Istilah fiskus tidak lagi sesuai dengan hukum pajak sekarang, sehingga kata fiskus diganti menjadi pejabat pajak.
            Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH , menyatakan hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan – peraturan yang mengatur hubungan hukum antara Pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak.
            Menurut Prof. Dr. Djafar Saidi, Hukum pajak diartikan dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, hukum pajak ialah hukum yang berhubungan dengan pajak….. dan dalam arti sempit, hukum pajak ialah kumpulan kaidah hukum tertulis yang mengatur hubungan hukum wajib pajak dan pejabat pajak.

Ciri-ciri yang Melekat Pada Pengertian Pajak
1.      Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
1.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
2.      Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3.      Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
4.      Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

Pajak Negara Dan Pajak Daerah
-          Pajak Negara
Pajak Negara yang berlaku sampai saat ini adalah:
1.pajak penghasilan
dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang-undang no.7 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.17 tahun 2000. undang-undang pajak penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU pajak perseroan 1925, UU pajak pendapatan 1944, UU PDBR 1970.
2.pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN & PPn BM)
dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah undang-undang no.8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.18 tahun 2000. undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 april 1985 dan merupakan pengganti UU pajak Penjualan 1951.
3.bea materai
dasar hukum pengenaan bea materai adalah undang-undang no.13 tahun 1985. undang-undang bea materai berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 menggantikan peraturan dan undang-undang bea materai yang lama (aturan bea materai 1921).
4.pajak bumi dan bangunan (PBB)
dasar hukum pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah undang-undang no.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.12 tahun 1994. undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 dan merupakan pengganti.
a.ordonansi pajak rumah tangga tahun 1908.
b.ordonansi verponding Indonesia tahun 1923.
c.Ordonansi pajak kekayaan tahun 1932.
d.Ordonansi verponding tahun 1928.
e.Ordonansi pajak jalan tahun 1942.
f.Undang-undang darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j, k, l.
g.Undang-undang nomor 11 Prp.tahun 1959 pajak hasil bumi.
5.bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
dasar hukum pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah undang-undang no.21 tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.20 tahun 2000. undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 januari 1998 menggantikan Ordonansi bea balik nama staasblad 1924 No.291.
Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Dasar hokum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah undang-undang no.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.34 tahun 2000.
Jenis pajak dan objek pajak
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1.pajak propinsi, terdiri dari:
     a.pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
     b.Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
     c.Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
     d.Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
2.pajak kabupaten/kota; terdiri dari:
     a.pajak hotel.
     b.Pajak restoran.
     c.Pajak hiburan
     d.Pajak reklame
     e.Pajak penerangan jalan.
     f.Pajak pengambilan bahan galian golongan C
     g.Pajak parkir
     h.Pajak lain-lain.
Hukum pajak dibedakan atas:
  1. Hukum pajak material
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan pajak dan siapa-siapa yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus dibayar.
  1. Hukum pajak formal
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan bagaiman mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.
Subyek Pajak
                        Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tapi bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak dan disebut wajib pajak. Subyek pajak sebagaimana dimaksud diatas adalah wajib pajak yang berkewajiban membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Subjek pajak dalam negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah salah satu di bawah ini:
  1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
  2. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
  3. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
  4. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek pajak luar negeri
Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah salah satu di bawah ini:
  1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  2. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  3. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  4. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Obyek Pajak
Yang menjadi obyek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi:
1. pemindahan hak karena :
a.       jual beli;
b.      tukar menukar;
c.       hibah;
d.      hibah wasiat;
e.       waris;
f.       pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, dll
2. pemberian hak baru karena :
a.       kelanjutan pelepasan hak;
b.      di luar pelepasan hak.
Obyek pajak yang tidak dikenakan BPHTB
Obyek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan  Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah :
1.      Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
2.      Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna  kepentingan umum;
3.      Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
4.      Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5.      Orang pribadi atau badan karena wakaf;
6.      Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
1)      kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.
Misalnya : semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.
2)      Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan pajak.
Misalnya : orang auat badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan bermotor dan sebagainya.
Kewajiban wajib pajak
Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :
a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya
b. Menandatangani sendiri SPT itu
c. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
Hak-hak Wajib Pajak
Wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari ketetapan pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarip atau kesalahan dalam menentukan dasar penetapan pajak.
2. Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak yang dianggap terlalu berat.
3. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan kepada kepala inspeksi tidak dipenuhi.
4. Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah bukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau setoran tahun berikutnya.
5. Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada petugas pajak yang menimbulkan kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan / pembukuan sehingga menimbulkan kerugian pada wajib pajak.
Pejabat Pajak dan Pejabat Tata Usaha Negara
Pejabat Tata Usaha Negara adalah pejabat yang menerbitkan ketetapan sedangkan pejabat pajak adalah selain dapat menerbitkan ketetapan juga dapat menghentikan orang yang ada dibawah kekuasaannya.
Pejabat pajak terdiri dari :
-          Dirjen pajak
Dirjen Pajak boleh mengangkat dan menghentikan seseorang dalam lingkup kerjanya.
-          Kepala kantor pelayanan pajak
-          Kepala Bea dan Cukai
-          Gubernur
-          Kepala Daerah/Bupati/Walikota.
Tata Cara Pemungutan Pajak
1.    Stelsel Nyata (riil), pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang    sesungguhnya diperoleh wajib pajak.
2.    Stelsel Anggapan, didasarkan “anggapan” tergantung dari bunyi UU.
3.    Stelsel campuran; Kombinasi stelsel riil dan anggapan. Misal : pengenaan awal tahun dengan            stelsel anggapan dan akhir tahun dikoreksi dengan stelsel riil.

Sistem Pemungutan pajak
     1. official assesment , pajak ditentukan fiskus
     2. self assesment, ditentukan wajib pajak
     system ini dapat berhasil apabila terpenuhi syarat-syarat :
     - Tax Consciousness (kesadaran wajib pajak )
     - Kejujuran wajib pajak
     - Tax Mindedness wajib pajak (hasrat utk membayar pajak )
     - Tax Discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan pajak
     3. with holding system, oleh pihak ketiga, misal bendaharawan, pemberi kerja (Pajak            Penghasilan Pasal 21)
Tarif Pajak
                        Tarif pajak merupakan bagian dari ketentuan pajak materil, yang digunakan oleh wajib pajak ketika ia mengisi SPT untuk mengetahui ada atau tidak ada jumlah pajak yang terutang dengan kata lain untuk mengetahui ada atau tidak ada utang pajak, terlebih dahulu harus digunakan tarif pajak. Tarif pajak berfungsi untuk menjelaskan sejauh mana dan seberapa besar jumlah pajak yang terutang ketika dilakukan pengisian SPT.
                        Sebagai ketentuan materil dalam hukum pajak tarif pajak tidak dapat difungsikan tanpa adanya ketentuan formil. Pada dasarnya fungsi tarif pajak dapat dibagi atas 2 bagian :
1. Sebagai faktor pendorong
                        Diharapkan agar penerimaan pajak negara atau daerah dapat mengalami peningkatan pada dasarnya bersifat klasik karena semata-mata untuk meningkatkan pendapatan daerah sebagai faktor pendorong. Tarif pajak setiap saat mengalami perubahan berdasrkan kondisi dan situasi daerah pada saat itu. perubahan tarif pajak selama ini dilakukan oleh pemerintah karena adanya pelimpahan wewenang dari pembuat UU kepada pemerintah.
2. Sebagai fungsi penghambat
                        Yang ada pada tarif pajak pada hakekatnya bertujuan untuk mencegah atau mengendaliakan kejahatan dalam suatu negara daerah ataukah tarif pajak di tingkat tertinggi ketingkat rendah agar wajib pajak dapat memenuhi kebutuhannya dalam jangka waktu tertentu

SISTEM PEMASYARAKATAN DI INDONESIA





SISTEM PEMASYARAKATAN DI INDONESIA


A.    SEJARAH SISTEM PEMASYARAKATAN
Sistem kepenjaraan yang sangat menekankan pada unsur penjeraan dan menggunkan titik tolak pandangannya terhadap narapidana sebagai individu semata-mata di pandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bagi bangsa Indonesia mengenai pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar pada aspek penjaraan belaka, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang dikenal dengan Sistem Pemasyarakatan. Gagasan  pemasyarakatan  dicetuskan  pertama  kali  oleh  Dr. Sahardjo, SH  pada   tanggal  5 Juli 1963 dalam pidato penganugrahan Doktor Honoris Causa di bidang Ilmu Hukum oleh Universitas Indonesia, antara lain dikemukaakan behwa : “Di bawah pohon beringin pengayoman telah kami tetapkan untuk menjadi penyuluh bagi petugas dalam membina narapiadana, maka tujuan pidana penjara kami merumuskan : di samping menimbulkan rasa derita pada narapidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana penjara adalah pemesyarakatan”.
Gagasan tersebut kemudian  diformulasikan lebih lanjut sebagai suatau sistem  pembinaan terhadap narapidana di Indonesia menggantikan sistem kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 dalam Konperensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembang,Bandung. Pemasyarakatan dalam konperensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana dan merupakan pengejawantahan keadilan yang bertujuan mencapai reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan dalam kapasitasnya sebagai individu, anggota masyarakat, maupun makhluk Tuhan. Sebagai dasar pembinaan dari Sistem Pemasyarakatan adalah Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan, yaitu :
1.      Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
2.      Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara.
3.      Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat.
4.      Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.
5.      Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan daari masyarakat.
6.      Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memunuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.
7.      Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila.
8.      Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebgai manusia.
9.      Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialaminya.
10.  Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitif, korektif dan edukatif dalam sistem Pemasyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang telah dilaksanakan sejak dari lebih dari empat puluh tahun tersebut semakin mantap dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995, menyatakan bahwa sistem pemasyaarakatan dilaksanakan berdasarkan atas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan dan penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya derita serta terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Konsep ini pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep dasar sebagaimana termuat dalam sepuluh prindip pemasyarakatan.

B.     ISTILAH-ISTILAH PEMASYARAKATAN
1.      Pengayoman, adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulangnya tindak pidana oleh Warga Binaan pemasyarakatan  juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. (Penjelasan pasal 5 huruf a UU No.12 Tahun 1995).
2.      Pemasyarakatan, adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem  pembinaan tata pidana. (Pasal 1 ayat 1UU No.12 Tahun 1995).
3.      Sistem Pemasyarakatan, adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas-batas serta cara Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila, yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik bertanggung dan jawab. (Pasal 1 ayat 2 UU No.12 Tahun 1995).
4.      Lembaga Pemasyarakatan, adalah tempat untuk melakasanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan atau yang disingkat dengan LAPAS. (Pasal 1 ayat 3 UU No. 12 Tahun 1995)
5.      Balai Pemasyarakatan, adalah pranata untuk melaksanakan Pemasyarakatan Bimbingan Klien atau yang disingkat BAPAS. (Pasal 1 ayat 4 UU No. 12 Tahun 1995).
6.      Rumah Tahanan Negara, unit pelaksanaan teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau yang disingkat RUTAN.  (Kepmenkeh RI N0.M.02-PK04.10 Tahun 1990).
7.      Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, adalah unit pelaksanaan dibiang penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara atau yang disingkat RUPBASAN. (Pasal 27 Bab II Kepmenkeh RI No.M.04-PR.07.03 Tahun 1985).
8.      Warga Binaan Pemasyarakatan, adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan. (Pasal 1 ayat 5 UU No. 12 Tahun 1985).
9.      Tahanan, adalah tersangka atau terdakwah yang ditempatkan di dalam Rutan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang Pengadilan. (Kepmenkeh RI No.M.02-PK04.10 Tahun 1990).
10.  Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdsarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.(Pasal 1 ayat 6 No.12 Tahun 1995)
11.  Narapidana adalah terpidana yang men jalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas.(Pasal 1 ayat 7 UU No.12 Tahun 1995)
12.  Klien Pemasyarakatan adalah orang yang srdang dibina oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang berda di luar Lapas (Pasal 1 ayat 9 UU No. 12 Tahun 1995)
13.  Pidana Bersyarat, orang yang dij atuhi pidana tetapi pelaksanaan hukumnya tidak dijalani, kecuali terpidana tersebut belum habis masa percobaannya melanggar syarat yang telah ditentukkan, maka Hakim atas permintaan Jaksa memerintahkan supaya orang tersebut menjalani pidanya. (PP No.31 pasal 35 huruf a Tahun 1999).
14.  Anak Didik Pemasyarakatan, adalah :
(1). Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani  pidana di Lapas, anak yang paling lama sampai18 (delapan belas) tahun.
(2). Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas, Anak yang paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
(3). Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas, Anak paling lamasampai berumur18 (delapan belas) tahun.(Pasal 1 ayat 8 UU No.12 Tahun 1995)
15.  Remisi, adalah pengurangan masa pidana dari narapidana. (Kepres RI No. 5 Tahun 1987)
16.  Pembinaan, adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik Pemasyarakatan. (PP.31 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1).
17.  Asimilasi, adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan dengan narapidana dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat, setelah menjalani ½ (setengah) dari masa pidananya.
18.  Pembebasan Bersyarat, adalah pembinaan narapidana di luar Lemabaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan setelah menjalani 2/3 masa pidananya
19.  Cuti Menjelang Bebas, adalah proses pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan bagi nrapidana yang menjalani masa pidana atau sisa pidana pendek yang dilakasanakan setelah menjalani 2/3 dari masa pidananya dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir, paling lamat 6 (enam) bulan.
20.  Cuti Mengunjungi Keluarga, adalah kesempatan berkumpul bagi narapidana bersama keluarga di tempat kediaman keluarganya selama jangka waktu 2 (dua) hari atau 2x24 jam.
21.  Integrasi, adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan  dan penghidupan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dan Masyarakat

C.    PELAKSANAAN SISTEM PEMASYARAKATAN
  1. Landasan Hukum Proses Pemasyarakatan.
(1)   PANCASILA
(2)   UUD 1945
(3)   KUHP
(4)   KUHAP
(5)   UU No.12 Tahun  1995
(6)   UU No. 3 Tahun 1997
(7)   Peraturan Pemerintah
(8)   Keputusan Presiden
(9)   Keputusan Menteri
(10)Peraturan Menteri
(11)Keputusan DSirjenoses
2.  Tahapan-Tahapan Pemasyarakatan
Dalam proses pemasyarakatan dapat dibagi dalam tiga tahapan utama, yakni Tahap Awal, Tahap Lanjutan, dan Tahap Akhir.
I.       Mereka yang telah menjalani 0-1/3 masa pidanya pada tahap ini ada kegiatan yang dilaksanakan pokok yang dilaksanakan, yakni :
1.      Admisi dan orintasi. Dalam Admisi beberapa ketentuan atau kegiatan.
(1)   Terpidana yang diterima di LAPAS wajib di daftar. Pendaftaran tersebut  mengubah status Terpidana menjadi bNarapidana
(2)   Hal-hal lain yang harus dicatat adalah:
a.       Putusan pengadilan
b.      Jati diri
c.       Barang dan uang yang di bawa
(3)   Beberapa kegiatan lain dalam tahap administrasi adalah :
a.       Pemeriksaan kesehatan
b.      Pembuatan pasfoto
c.       Pengambilan sedik jari; dan
d.      Pembuatan berita acara serah terima pidana.
(4)   Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan Administrasi dan orientasi paling lama satu bulan.
2.      Pembinaan Kepribadian. Pembinaan meliputi
a.       Kesadaran beragama
b.      Kesadaran berbangsa
c.       Kemampuan intelektual (kecerdasan)
d.      Kesadaran hukum
Pengawasan terhadap Napi pada TAHAP AWAL ini masih sangat yang disebut MAXIMUM SECURITY
II.    Tahap Lanjutan : terbagi atas dua bagian :
1. Mereka yang telah menjalani ½-1/3  masapidanya. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
(1)   Pembinaan Kepribadian Lanjutan
(2)   Pembinaan kemandirian
2.        Mereka yang telah menjalani ½-2/3 masa pidanya. Pada tahap ini Napi telah melakukan kegiataan ASIMILASI (Pembauran Asimilasi dapat dilakukan :

(1)   DALAM LAPAS (Half Way House/Work)
(2)   DALAM LAPAS TERBUKA (Open Camp)
Bentuk kegiatan dalam Tahap ini ASIMILASI antara lain :
a.       Melanjutkan sekolah
b.      Kerja mandiri
c.       Kerja pada pihak luar
d.      Menjalankan ibadah.
e.       Bakti social.
f.       Olah raga
g.      Cuti mengujungi.
Pengawasan  terhadap Napi pada tahap LANJUTAN ini sudah tidak begitu ketat lagi atau MEDIUM SECURITY.
      Pembinaan Napi dalam Tahap Lanjutan dilaksanakan dengan bekerjasama dengan instansi pemerintah dan pihak swasta antara lain :
(1)    Instansi Penegak Hukum :
Polisi, Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri
(2)    Instansi Lainnya :
Depkes, Depnaker, Deprindag, Depag, Depdiknas, Pemda
(3)    Pihak Swasta :
Perorangan, Kelompok, LSM, dan lain-lain
Pembinaan dalam TAHAP AWAL dan TAHAP LANJUTAN dilakukan di LAPAS
Pembinaan yang dilakukan di dalam LAPAS adalah pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang terdiri dari Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Mengenai WBP akan dijelaskan dari tulisan ini.
II.    TAHAP AKHIR. Mereka yang telah menjalani 2/3 masa pidananya sampai bebas sesungguhnya.
Pembinaannya tidak lagi dilakukan DALAM LAPAS tetapi pembimbingnya dilakukan di LUAR LAPAS oleh BAPAS (Balai Pemasyarakatan).
Mereka yang dibimbing oleh BAPAS adalah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang disebut KLIEN PEMASYARAKATAN atau disingkat dengan KLIEN.
Klien yang dibimbing oleh BAPAS antara lain :
(1)     Orang yang telah mendapat PB (Pembebasan Bersyarat) yakni, orang yang telah menjalani 2/3 masa pidanya dapat dibebaskan kembali ke masyarakat dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-sayarat itu antara lain tidak boleh melakukan tindak pidana selama ia dibebaskan.
Kalau syarat yang ditetapkan di langgar, ia akan dimasukkan kembali dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP)
(2)     CMB (Cuti Menjelang Bebas). Pembinaan di LUAR LEMBAGA PEMASYARAKATAN bagi narapidana yang menjalani masa pidana pendek dan telah menjalani 2/3 masa pidanya. Waktu cuti lama 6 (enam) bulan.