HAK ASASI MANUSIA
Pendahuluan
Persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam sebuah negara bukan
merupakan hal rahasia lagi dalam era terbuka ini. Berbagai persoalan dalam hal
penyelesaian maupun upaya penegakan HAM tersebut juga menjadi track record terhadap
sebuah Negara begitu juga Indonesia.
Hal ini di dasari setelah deklarasi pernyataan universal
tetang HAM (Universal Declaration of Human Rights) yakni tanggal 10 Desember
1984 dimana Indonesia juga terlibat dan menandatangani deklarasi tersebut dan
kemudian lahir beberapa instrument HAM Internasional yang dibuat PBB dan
ditawarkan dijadikan hukum nasional kepada Negara-negara.Dengan itikad baik Indonesia
juga sudah meratifikasi dan membuat undang-undang untuk lebih mengikat
pertanggungjawaban pemenuhan HAM warga negaranya.
Dapat disebutkan pelanggaran HAM adalah pelanggaran terhadap
hak-hak dasar seseorang karena adanya penyelewengan atau penyalahgunaan
otoritas Negara atau dengan kata lain pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM).
Meskipun demikian agenda penyelesaian pelanggaran HAM sangat
tergantung pada sejauhmana kemauan Negara untuk menyelesaian pelanggaran HAM.
Apalagi dalam konteks Aceh penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of
Understanding, MoU), antara pemerintah Indonesia dengan Kelompok Gerakan
Aceh Merdeka (GAM), pada 15 Agustus di Helsinki, Finlandia, yang kemudian
disusul lahirnya UUPA merupakan payung hukum bagi penyelesaian kasus
pelanggaran HAM masa lalu dan pemenuhan keadilan bagi korban belum menjamin
terpenuhinya hak-hak korban pelanggaran HAM di Aceh.
Dengan kondisi yang telah disebutkan di atas tidak serta
merta perjuangan untuk menegakkan prinsip-pinsip HAM berhenti ditempat,
berbagai strategi dan langkah advokasi yang dilakukan oleh korban, kelompok
korban, korban dan lembaga HAM untuk menindaklanjuti berbagai persoalan
penyelesaian pelanggaran HAM tersebut.Ada dua mekanisme penyelesaian
pelanggaran HAM yakni melalui mekanisme hukum nasional dan mekanisme
internasional.
1. PELANGGARAN HAM MENURUT UU No.
39/1999
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia
adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara
baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM).
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
- Membunuh anggota kelompok;
- mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
- menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
- memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
- memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan
terhadap kemanusiaan
adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas
atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
- pembunuhan;
- pemusnahan;
- perbudakan;
- pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
- perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
- penyiksaan;
- perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
- penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
- penghilangan orang secara paksa; atau
- kejahatan apartheid.
(Penjelasan
Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang
hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan
atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau
suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang
atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga,
atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi,
apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan
dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik
(Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
Penghilangan
orang secara paksa
adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak
diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM).
2.
Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM
Sebelum membahas tentang mekanisme penyelesaian pelanggaran
HAM dapat disebutkan beberapa instrument HAM secara umum sebagai landasan atau
dasar hukum penegakan prinsip-prinsip HAM diantaranya:
1. Instrumen HAM Internasional
- Piagam PBB 1945
- Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusi
- Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
- Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICSECR)
- Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik, yang Ditujukan pada Penghapusan Hukuman Mati Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
- Proklamasi Teheran
- Piagam tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Ekonomi
Negara, 3281 (XXIX)
- Resolusi 1503 (XLVIII) Prosedur untuk Menangani Surat
Pengaduan tentang Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia
- Resolusi 1235 (XLII) Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia dan
Kebebasan Dasar, termasuk Kebijakan-kebijakan Diskriminasi Rasial dan Pemisahan
Rasial dan Apartheid
- Piagam Afrika tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak
Rakyat
- Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban
Manusia
- Konvensi Amerika tentang Hak-hak Asasi Manusia
- Konvensi bagi Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dan
Kebebasan Dasar
- Piagam Sosial Eropa
2. Instrumen HAM Nasional
- UU_No_5_Thn_1998_ttg_Ratifikasi_CAT.
- UU_No_29_Thn_1999_ttg_Ratifikasi_CERD.
- UU_No_39_Thn_1999_ttg_HAM.
- UU_No_26_Thn_2000_ttg_Pengadilan_HAM.
- UU_No_11_Thn_2005_ttg_Ratifikasi_ICESCR.
- UU_No_12_Thn_2005_ttg_Ratifikasi_ICCPR.
- Keppres_No_12_Thn_2001_ttg_Komite_Aksi_Nasional_Penghapusan_Bentuk_Pekerjaan_Terburuk_AnakKeppres_No_48_Thn_2001_tentang_Sekretariat_Jenderal_Komnas_HAM.
- Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)
Mekanisme Hukum Nasional
Penyelesaian pelanggaran HAM jika merujuk pada hukum
nasional ada dua bentuk mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM diantaranya :
1.
Melalui pengadilan HAM
Pengadilan HAM ini didasarkan UU No 26/2000 & Keputusan
Presiden setelah mendapat usulan dari DPR (Psl.43 UU Pengadilan HAM) yaitu
pengadilan HAM ad hoc dan berdasarkan UUPA No 11 tahun 2006 Pasal 228.
Pengadilan HAM adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus
oleh Pengadilan HAM meliputi :
a. Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
- Membunuh anggota kelompok;
- Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota-anggota kelompok;
- Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
- Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok; atau
- Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu
ke kelompok lain.
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik
yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa :
- pembunuhan;
- pemusnahan;
- perbudakan;
- pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
- perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik
lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
- penyiksaan;
- perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
- penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis,
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
- penghilangan orang secara paksa; atau
- kejahatan apartheid.
2.
Melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)
KKR didasarkan UUPA No 11 tahun 2006 Pasal 229) yaitu (1) Untuk
mencari kebenaran dan rekonsiliasi, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh.
KKR adalah badan extrajudicial commissions of inquiry yang
didirikan untuk mengungkapkan pelanggaran HAM yang terjadi dalam periode
tertentu artinya badan ini melakukan pengungkapan pelanggaran HAM dengan
menentukan limit waktunya.
Rekonsiliasi yaitu artinya memaafkan pelaku, tetapi ada hal
yang perlu dilakukan untuk tercapai rekonsilaiasi yaitu:Penghentian kekerasan
atau ancaman kekerasan Pengakuan dan pemberian pemulihan (ganti rugi) kepada
korban.
Mekanisme Internasional
Ada tiga model mekanisme penyelesaian HAM Internasional
diantaranya:
1. Treaty Based (berdasarkan traktat
atau perjanjian internasional)
2. Charter Based (berdasarkan Piagam
PBB)
3. Regional Mechansm (berbasis
region (Eropa, Inter-Amerika dan Africa)
1. Treaty Based
Mekanisme ini adalah mekanisme
pengaduan yang dibentuk berdasarkan perjanjian atau konvensi HAM internasional.
Seperti diketahui perjanjian internasional mengikat negara-negara dan berlaku
ketika sejumlah negara yangmenandatanganinya telah meratifikasi perjanjian
tersebut. Negara yang telah meratifikasikannya – kemudian disebut sebagai
Negara Pihak, dianggap telah terikat secara legal pada perjanjian tersebut.
Demikian dengan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia.
Seperti hukum perjanjian
internasional lainnya, Negara berwenang mengesampingkan satu atau beberapa
aturan dari kesepakatan yang ditanda-tangani atau diratifikasi.Tindakan reservasi
ini bisa dilakukan terhadap substansi perjanjian maupun institusi yang
dibentuk bersamaan dengan perjanjian itu dengan tujuan memantau pelaksaan
perjanjian.
Dalam konteks pembahasan kali ini
tindakan reservasi akan menimbulkan persoalan ketika negara pihak tidak
mengakui wewenang lembaga-lembaga yang ditentukan oleh konvensi bersangkutan
untuk melakukan fungsi-fungsi pemantauan atau penafsiran atas isi konvensi.
Setidaknya terdapat tujuh (7)
konvensi HAM penting yang memberi mekanisme bagi penyelesaian pelanggaran hak
asasi manusia. Mekanisme itu dipusatkan pada komite atau badan tertentu untuk
mempelajari sejauh mana Negara pihak telah menerapkan isi perjanjian. Indonesia
sendiri sejak tahun 2006 ini telah menjadi Negara Pihak dari enam konvensi HAM
tersebut.
Pada umumnya terdapat empat (4)
mekanisme utama pengaduan dan monitoring terhadap penerapan hak asasi manusia,
meskipun tidak setiap mekanisme itu terdapat dalam ketujuh perjanjian HAM
internasional ini. Adapun keempat mekanisme tersebut adalah:
- Mekanisme Pelaporan [membahas laporan
Negara pihak setiap 2 -5 tahun dan membuat concluding observation/pengamatan
umum
- Mekanisme Pengaduan Individual
(HRC, CEDAW, CAT, CERD)
- Pengaduan antar Negara
- Mekanisme investigasi
Mekanisme-mekanisme ini sekaligus
merupakan fungsi dari lembaga-lembaga hak asasi yang dibentuk oleh perjanjian
tersebut. Disamping keempat fungsi tersebut beberapa lembaga ini memiliki
kewenangan untuk membuat general comments yang menginterpertasikan
aturan-aturan yang ada dalam perjanjian tersebut, seperti kewenangan dari
Komite Hak Ekonomi Sosial Budaya.
General comment ini berguna untuk mengelaborasi
standar dari hak yang bersangkutan,. Standar ini kelak dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengukur pemenuhan hak asai manusia di sebuah Negara.
Ketidak seragaman dalam fungsi
masing-masing komite HAM juga terjadi pada jumlah anggota yaitu antara 10 – 23
anggota pakar. Dan mereka umumnya bersidang 2 – 3 kali di Geneva atau New York.
Sebagaimana disinggung di atas, penggunaan mekanisme yang ada setidaknya
mensyaratkan:
a) Negara meratifikasi perjanjian
yang bersangkutan sehingga negara terikat padanya
b) Negara tidak melakukan reservasi
terhadap kewajiban yang harus dilakukannhya dan
c) individu/kelompok yang terlibat
harus memenuhi kriteria yang disayaratkan.
No comments:
Post a Comment
Yang Penting Komentar!