MULTIPLE INTELLIGENCES
KECERDASAN MENURUT HOWARD GARDNER &
IMPLEMENTASINYA (STRATEGI PENGAJARAN DIKELAS)
Oleh : Muhammad
Alwi[1]
A. Howard Gardner dan Multiple Intelligences?
Howard Gardner lahir 11 Juni 1943, ia masuk Harvard pada
tahun 1961, dengan keinginan awal, masuk Jurusan Sejarah, tetapi di bawah
pengaruh Erik Erikson, ia berubah mempelajari Hubungan-sosial (gabungan
psikologi, sosiologi, dan antropologi), dengan kosentrasi di psikologi klinis.
Lalu ia terpengaruh oleh psikolog Jerome Bruner dan Jean Piaget.
Setelah Ph.D di Harvard pada tahun 1971 dengan disertasi masalah “Sensitivitas
pada anak-anak”, Gardner terus bekerja di Harvard, di Proyek Zero. Didirikan
pada tahun 1967, Proyek Zero dikhususkan kepada kajian sistematis pemikiran
artistik dan kreativitas dalam seni, serta humanistik dan disiplin ilmu, baik
di tingkat individu dan kelembagaan. Kecerdasan
kata Gardner, merupakan
kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari
pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta
tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ,
gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.
Kita bisa mencontohkan apakah Einstein akan sukses
seperti itu bila dia masuk di Jurusan Biologi atau belajar main bola dan
Musik…jelas masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planc, Stephen Howking,
Newton adalah jenius-jenius, tetapi bab olah-raga maka Zidane, Jordane,
Maradona adalah jenius-jenius dilapangan, juga Mozart, Bach adalah
jenius-jenius dimusik. Dst..dst…juga Thoman A. Edison adalah jenius lain,
demikian juga dengan para sutradara film, bagaimana mereka mampu membayangkan
harus disyuting bagian ini, kemudian setelah itu, adegan ini, ini yang mesti
keluar dengan pakaian jenis ini, latar suara ini, dan bahkan dialog seperti
itu, ini adalah jenius-jenius bentuk lain. Disinilah Howard Gardner
mengeluarkan teori baru dalam buku Frame
of Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia
mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test
tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi
Multiple Intelligences.
Intellegence (Kecerdasan) katanya adalah kemampuan
untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang
bermacam-macam dan dalam situasi nyata (Gardner; 1983;1993).
Multiple intelegencies = Kecerdasan Ganda meliputi;
- Intelegensi Linguistik
- Intelegensi matematis-Logis
- Intelegensi Ruang-Spasial
- Intelegensi Kinestetik-badani
- Intelegensi Musik
- Intelegensi Interpersonal
- Intelegensi Intrapersonal
- Intelegensi lingkungan/Naturalis (Perkembangan selanjutnya dari 7)
- Intelegensi eksistensial (Perkembangan lebih lanjut dari 8)
Awal dalam bukunya, hanya 7
kecerdasan, tetapi dikemudian hari dan sampai sekarang berkembang menjadi 8, 9
bahkan terakhir katanya 10 kecerdasan. Kekurangan
atau problem, tapi juga mungkin
kelebihan, dari teori kecerdasan ganda adalah, kecerdasan ini bisa berkembang
terus, sebab tergantung syarat yang bisa dipenuhinya. Gardner (dalam Frame of Mind: The Theory of multiple
Intelligences; 1985)
menyatakan; “kecerdasan kandidat” dalam modelnya “lebih menyerupai pertimbangan
artistic ketimbang penaksiran ilmiah” (hal 63). Dengan demikian, kecerdasan
tambahan sebanyak apapun bisa dimasukkan kedalam model Gardner, karena
menurutnya: “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada, daftar kecerdasan manusia
yang tidak terbantahkan dan diterima secara universal….kita bisa lebih
mendekati tujuan itu jika kita berpegang hanya pada satu tingkat analisis
(misalnya neurofisiologis)….” (hal 60). (Barbara K. Given, “Brain-Based
Teaching”, hal 75).
Gardner menetapkan syarat
khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam
teorinya; Empat diantaranya adalah;
1.
Setiap kecerdasan dapat
dilambangkan à misal matematika jelas ada
lambang, Musik ada lambing (not dll), kinestetik ada lambing atau irama gerak
dst, lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dll.
2.
Setiap Kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan à artinya tidak seperti IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap
dan sudah ditetapkan saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple
Intelligences) percaya bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa
kanak-kanan, mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang
hidup, dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin merosot
seiring dengan menuanya seseorang. Kecerdasan paling awal muncul adalah Musik
lalu Logis-Matematis.
|
3.
Setiap Kecerdasan rawan
terhadap cacat akibat
kerusakan atau cedera pada wilayah otak
tertentu. Misal orang dengan kerusakan
pada Lobus Frontal pada belahan otak kiri, tidak
mampu berbicara atau menulis dengan mudah,
namun tanpa kesulitan dapat menyanyi,
melukis dan menari. Orang yang lobus Temporalnya kanan
yang rusak, mungkin mengalami kesulitan dibidang music tetapi dengan mudah
mampu bicara, membaca dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus oksipital
belahan otak kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah,
membayangkan atau mengamati detail visual. (Thomas Amstrong, 1999, hal 8).
Kecerdasan linguistic ada pada belahan otak kiri, sementara music, spatial
dan antarpribadi cenderung di belahan otak kanan. Kinestetik-jasmani menyangkut
kortek motor, ganglia basal, dan serebellum (otak kecil). Lobus frontal
mengambil peran penting pada kecerdasan intrapribadi (intrapersonal).
4.
Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai
budaya. à Artinya tidak
harus matematis-logis yang penting atau Spatial atau Musik atau…atau tergantung
budaya masing-masing missal ada kemampun naik kuda, melacak jejak dll dalam
budaya tertentu itu sangat-sangat penting dst.
Inilah empat syarat yang diberikan oleh Howard Gardner,
makanya teorinya berkembang dari 7 Kecerdasan (Linguistik, Logis-Matematis,
Musik, Spatial-Visual, Kenestetik, Intrerpersonal dan intrapersonal) Menjadi 9
(tambahan 2 yaitu; Naturalis dan terbaru Eksistensialis).
Adalah menarik sebagai contoh; bagaimana anda menghafal
nomor telpon? Apakah anda mengulang-ngulang nomor tadi sebelum menelpon (ini
berarti anda menggunakan teknik Liguistik) atau anda menbayangkan pola tombol
yang harus anda tekan dalam pola peletakan tombol angka-angka (menggunakan
metode Spatial-Visual) atau malah anda mengingat-ingat nada khas tiap-tiap
angka (strategi Musikal).
B. Perincian Kecerdasan Majemuk
Sembilan Jenis Kecerdasan
Jenis kecerdasan pertama, kecerdasan linguistik, adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini merupakan
kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Jenis pemikiran
inilah yang menghasilkan King Lear karya
Shakespeare, Odyssey karya Homerus, dan Kisah Seribu Satu Malam dari Arab. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargu-mentasi,
meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang
diucapkannya. Mereka senang bermain-main dengan bunyi bahasa melalui teka-teki
kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu
mengingat berbagai fakta. Bisa jadi mereka adalah ahli sastra. Mereka gemar sekali
membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan
secara luas.
Jenis kecerdasan
kedua, Logis-matematis, adalah kecerdasan dalam hal angka dan hgika. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer.
Newton menggunakan kecerdasan ini ketika ia menemukan kalkulus. Demikian pula
dengan Einstein ketika ia menyu-sun teori relativitasnya. Ciri-ciri orang yang
cerdas secara logis-mate-matis mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan,
berpikir dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan
konseptual atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.
Kecerdasan Spasial adalah jenis kecerdasan yang ketiga, mencakup bapikir
dalam gambar, serta kemampuan untuk mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek,
fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang piramida
di Mesir, pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh
seperti Thomas Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams. Orang dengan tingkat
kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam
terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup,
melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan
orientasi dalam ruang tiga dimensi.
Kecerdasan musikal adalah jenis kecerdasan
keempat. Ciri utama kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mencerap, menghargai,
dan menciptakan irama dan melodi. Bach, Beethoven, atau Brahms, dan juga pemain
gamelan Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, se-muanya mempunyai
kecerdasan ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang peka nada, dapat
menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan yang
mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.
Kecerdasan
kelima, kinestetik-jasmani, adalah kecerdasan fisik. Kecerdasan ini mencakup bakat dalam mengendalikan
gerak tubuh dan kete-rampilan dalam menangani benda. Atlet, pengrajin, montir,
dan ahli bedah mempunyai kecerdasan kinestetik-jasmani tingkat tinggi. Demikian
pula Charlie Chaplin, yang memanfaatkan kecerdasan ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai
"Little Tramp". Orang dengan kecerdasan fisik memiliki keterampilan
dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka juga menikmati kegiatan
fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang, atau
berperahu. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra perabanya sangat peka,
tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.
Kecerdasan
keenam adalah kecerdasan Antarpribadi. Ini adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja
sama dengan orang lain. Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk
mencerap dan tang-gap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang
lain. Direk-tur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan ini, sama
halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang mempunyai kecerdasan
antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang
besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga suka memanipulasi dan licik
seperti Machiavelli. Namun, mereka semua mempunyai kemampuan untuk memahami
orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh
karena itu, mereka dapat menjadi networker, perunding,
dan guru yang ulung.
Kecerdasan
Ketujuh adalah kecerdasan Intrapribadi atau kecerdasan dalam diri sendiri. Orang yang
kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya
sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya
sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh orang yang mempunyai
kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan wirau-sahawan. Mereka sangat
mawas diri dan suka bermeditasi, berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran
jiwa yang mendalam. Sebaliknya, mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus
pada tujuan, dan sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang
yang gemar bela-jar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja
dengan orang lain. (Armstrong: 1999: 3-6)
Kecerdasan
kedelapan, Kecerdasan Naturalis (Lingkungan). Gardner
menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat
membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk
memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif
dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam.
Orang yang
punya inteligensi lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat
berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan
kla-sifikasi tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai kemampuan mengenal
sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai lingkungan, dan tidak suka
merusak lingkungan hidup. Salah satu contoh orang yang mungkin punya
inteligensi lingkungan tinggi adalah Charles Darwin. Kemampuan Darwin untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi serangga, burung, ikan, mamalia,
membantunya mengembangkan teori evolusi.
Inteligensi
lingkungan masih dalam penelitian lebih lanjut karena masih ada yang merasa
bahwa inteligensi ini sudah termasuk dalam inteligensi matematis-logis. Namun,
Gardner berpendapat bahwa inteligensi ini memang berbeda dengan inteligensi matematis-logis.
Kecerdasan
kesembilan, Kecerdasan Eksistensial, intelegensi
ini menyangkut kemampuan seseorang untuk
menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang
tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi
mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara
lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana
kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada
banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan
mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti
Sokrates, Plato, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Kindi, Ibn Rusyd, Thomas Aquinas,
Descartes, Kant, Sartre, Nietzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensial
tinggi.
Anak yang
menonjol dengan inteligensi eksistensial akan mempersoalkan keberadaannya di
tengah alam raya yang besar ini. Mengapa kita ada di sini? Apa peran kita dalam
dunia yang besar ini? Mengapa aku ada di sekolah, di tengah teman-teman, untuk
apa ini semua? Anak yang menonjol di sini sering kali mengajukan pertanyaan
yang jarang dipikirkan orang, termasuk gurunya sendiri. Misalnya, tiba-tiba ia
bertanya, "Apa manusia semua akan mati? Kalau semua akan mati, untuk apa
aku hidup?"
Ingatlah
bahwa meskipun Anda merasa sangat cocok dengan salah satu atau dua definisi di
atas, sebenarnya Anda mempunyai semua kecerdasan itu. Tambahan lagi, setiap
manusia normal dapat mengem-bangkan ketujuh jenis kemampuan itu sampai ke
tingkat penguasaan tertentu. Setiap pribadi adalah unik, sebagaimana
ketujuh/Delapan/Sembilan kecerdasan itu memperlihatkan bentuknya dalam
kehidupan kita. Jarang sekali ada orang yang dapat mencapai tingkat penguasaan
yang tinggi dalam enam, tujuh atau delapan kecerdasan tersebut. Ibn Sina atau
Al Kindi mungkin beberapa orang dengan kecerdasan yang sangat banyak. Ia Dokter
ulung, filosof, ahli bahasa, Negarawan, penulis dll, Al Kindi juga Dokter,
Pemusik handal (konon katanya ia menyembuhkan penyakit orang dengan music),
Filosof, penulis, penerjemah dengan penguasaan berbagai bahasa, dan pemilik
kebun-binatang yang cukup luas dan lengkap. Rudolf Steiner, pemikir Jerman awal
abad ke-20 juga. Ia adalah filsuf, penulis, dan ilmuwan. Ia juga menciptakan
sistem dansa, teori warna, dan sistem berkebun, sekaligus pematung, ahli teori
sosial, dan arsitek.
[1] Alumni Pasca Sarjana Univ Brawijaya Malang (Human Resource
Management), dan FIP Univ Negeri Malang, PLPG “Strategi Pengajaran”, Direktur
Full Day and Boarding School SMP/SMA YAPI, serta Dosen STIE-YADIKA
Bangil-Pasuruan.
No comments:
Post a Comment
Yang Penting Komentar!