Psikologi Hukum
Dian
Anugerah Abunaim
Psikologi adalah
ilmu yang mempelajari jiwa/psikis manusia, sehingga dalam setiap kehidupan
manusia maka psikologi berusaha untuk menjelaskan masalah yang dihadapi. Tak
terkecuali dalam permasalahan hukum. Di Indonesia, psikologi kemudian membagi
bidangnya menjadi 6 yaitu psikologi klinis, perkembangan, psikologi umum dan
eksperimen, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan
organisasi. Pada kenyataannya di Amerika, pembagian ini sudah menjadi lebih
dari 50 bagian, mengikuti semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi
manusia. Salah satunya
adalah permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya sering dikenal sebagai psikologi forensik. Apa itu psikologi forensik
adalah permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya sering dikenal sebagai psikologi forensik. Apa itu psikologi forensik
The committee on ethical Guidelines for forensic psychology (Putwain & Sammons, 2002) mendefinisikan psikologi hukum sebagai semua bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan di dalam hukum. Bartol & Bartol (dalam Wrightsman, 2001) menyatakan psikologi hukum dapat dibedakan menjadi :
a. Kajian/
penelitian yang terkait dengan aspek-aspek perilaku manusia dalam proseshukum
(seperti ingatan saksi, pengambilan keputusan juri/hakim, perilaku criminal)
b. Profesi
psikologi yang memberikan bantuan berkaitan dengan hukum. Profesi ini di
Amerika sudah sedemikian berkembangnya, seperti Theodore Blau, ia merupakan
ahli psikologi klinis yang merupakan konsultan Kepolisian. Spealisasinya adalah
menentukan penyebab kematian seseorang karena dibunuh atau bunuh diri. Ericka
B. Gray, ia seorang psikolog yang bertugas melakukan mediasi terutama pada
perkara perdata. Sebelum perkara masuk ke pengadilan, hakim biasanya menyuruh
orang yang berperkara ke Gray untuk dapat memediasi perkara mereka. John Stap
adalah seorang psikolog social, ia bekerja pada pengacara. Tugasnya adalah
sebagai konsultan peradilan, ia akan merancang hal-hal yang akan dilakukan
pengacara maupun kliennya agar dapat memenangkan perkara. Richard Frederic,
adalah seorang ahli rehabilitasi narapidana.
Dengan mengamati
rofesi-profesi tersebut, kita dapat membayangkan betapa psikolog berperan
penting dalam sistem hukum di Amerika. Begitu luasnya bidang kajian psikologi
hukum maka Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi
bidang tersebut menjadi tiga bidang, psychology in law, psychology and law,
psychology of law.
Psychology in
law, merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang hukum seperti psikolog
diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan. Psychology and law,
meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian tentang individu yang
terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, pengacara, terdakwa. Psychology of
law, hubungan hukum dan psikologi lebih abstrak, hokum sebagai penentu
perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana masyarakat mempengaruhi hukum
dan bagaimana hokum
mempengaruhi
masyarakat.
Hampir setiap
hari koran maupun telivisi memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang menimpa
masyarakat. Bentuknya beragam. Ada perampokan, pemerasan, perampasan,
penjambretan, pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan, dan kata
lain yang mengandung unsur pemaksaan, atau kekerasan terhadap fisik ataupun
harta benda korban.
Berikut ini salah satu contoh berita yang
dikutip dari salah satu media di Surabaya.
“Tembak Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB pagi itu diawali dengan kedatangan sebuah Daihatsu Troper berplat BM. Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun. Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian. Setelah merobohkan Bripda Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti yang diminta perampok (JP, 26 Oktober 2004). Kengerian, ketakutan, keheranan, kebencian dan bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi kata-kata yang terungkap setelah melihat atau mengalami peristiwa tersebut.
“Tembak Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB pagi itu diawali dengan kedatangan sebuah Daihatsu Troper berplat BM. Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun. Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian. Setelah merobohkan Bripda Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti yang diminta perampok (JP, 26 Oktober 2004). Kengerian, ketakutan, keheranan, kebencian dan bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi kata-kata yang terungkap setelah melihat atau mengalami peristiwa tersebut.
Banyak sudut
pandang yang digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena tindakan kriminal
yang ada. Pada kesempatan ini saya mencoba dari sisi psikologis
pelakunya. Sudut pandang ini tidak dimaksudkan untuk memaklumi tindakan
kriminalnya, melainkan semata-mata hanya sebagai penjelasan.
Coba kita cermati Ragam Pendekatan Teori Psikologis Perilaku Kriminalitas yang sebetulnya berawal dari penjelasan yang diberikan oleh folosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian sebelumnya yang terkait dengan perilaku kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan beberapa padangan tentang perilaku kriminal
A. Pendekatan Tipologi Fisik / Kepribadian yang memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini adalah Kretchmerh dan Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality, melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm berupada sistem digestif (pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian. William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe. a) Endomorf: Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal. b) Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif, vigorous, and bold.c) Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk berkembang dengan baik (well developed brain), Introverted, sensitive, and nervous Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal. Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu disimpulkan.
B. Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian yang menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadain kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian. Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama.
C. Pendekatan Psikoanalisis dengan tokoh sentral Sigmund Freud yang melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya. Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya. Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.
Coba kita cermati Ragam Pendekatan Teori Psikologis Perilaku Kriminalitas yang sebetulnya berawal dari penjelasan yang diberikan oleh folosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian sebelumnya yang terkait dengan perilaku kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan beberapa padangan tentang perilaku kriminal
A. Pendekatan Tipologi Fisik / Kepribadian yang memandang bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini adalah Kretchmerh dan Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality, melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm berupada sistem digestif (pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian. William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe. a) Endomorf: Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal. b) Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif, vigorous, and bold.c) Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk berkembang dengan baik (well developed brain), Introverted, sensitive, and nervous Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal. Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu disimpulkan.
B. Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian yang menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadain kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian. Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama.
C. Pendekatan Psikoanalisis dengan tokoh sentral Sigmund Freud yang melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya. Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya. Psikoanalist lain (Bowlby:1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.
D. Pendekatan
Teori Belajar Sosial yang dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura
menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah,
media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik tuntuk terbentuknya
perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan
identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku
menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu
secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious
reinforcement)Tampaknya metode ini yang paling berbahaya dalam menimbulkan
tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui
observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu.
E. Pendekatan
Teori Kognitif yang selalu menuntut kita untuk menanyakan apakah pelaku
kriminal memiliki pikiran yang berbeda dengan orang “normal”? Yochelson &
Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive styles)
pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses
informasi. Para peneliti ini yakin bahwa pola berpikir lebih pentinfg daripada
sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi
kriminal atau bukan.
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Lantas, apakah sebetulnya faktor penyebab perilaku kriminal? Banyak ahli yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal. Berikut ini kami kutipkan dari beberapa pendapat ahli sebelum orang psikologi membuat penjelasan teoritis seputar hal ini. Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles). Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an). Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an) . Atavistic trait atau Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal (Cesare Lombroso, 1835-1909). Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain).
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Lantas, apakah sebetulnya faktor penyebab perilaku kriminal? Banyak ahli yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal. Berikut ini kami kutipkan dari beberapa pendapat ahli sebelum orang psikologi membuat penjelasan teoritis seputar hal ini. Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles). Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an). Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an) . Atavistic trait atau Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal (Cesare Lombroso, 1835-1909). Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain).
Kiranya tidak
ada satupun faktor tunggal yang menjadi penyebab dan penjelas semua bentuk
kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
saya mencoba mengangkat dua teori yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang
berperilaku. Teori pertama yaitu dari Deutsch & Krauss, 1965) tentang level
of aspiration. Teori ini menyatakan bahwa keinginan seseorang melakukan
tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan dan
probabilitas subyektif pelaku apabila sukses dikurangi probabilitas
subjektif kalau gagal. Teori ini dapat dirumuskan dalam persama seperti
berikut:
V = (Vsu X SPsu)
– (Vf X SPf)
Dimana:
V = valensi = tingkat aspirasi seseorang
V = valensi = tingkat aspirasi seseorang
su= succed =
suksesf = failure = gagal
SP= subjective
probability
Teori di atas,
tampaknya cocok untuk menjelaskan perilaku kriminal yang telak direncanakan.
Karena dalam rumus di atas peran subyektifitas penilaian sudah dipikirkan lebih
dalam akankah seseorang melakukan tindakan kriminal atau tidak.
Sedangkan perilaku yang tidak terencana dapat dijelaskan dengan persamaan
yang diusulkan oleh kelompok gestalt tentang Life Space yang dirumuskan
B=f(PE). Perilaku merupakan fungsi dari life-spacenya. Life space ini merupakan
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.
Mengapa model
perilaku Gestalt digunakan untuk menjelaskan perilaku kriminal yang tidak
berencana? Pertama, pandangan Gestalt sangat mengandalkan aspek kekinian.
Kedua, interaski antara seseorang dengan lingkungan bisa berlangsung sesaat.
Ketiga, interaksi tidak bisa dilacak secara partial.
Dengan demikian bagaimana cara penanganan perilaku kriminal? Banyak pendapat menyatakan bahwa kriminalitas tidak bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pencegahan.
Dengan demikian bagaimana cara penanganan perilaku kriminal? Banyak pendapat menyatakan bahwa kriminalitas tidak bisa dihilangkan dari muka bumi ini. Yang bisa hanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pencegahan.
a) Hukuman
selama ini hukuman (punishment) menjadi sarana utama untuk membuat jera pelaku
kriminal. Dan pendekatan behavioristik ini tampaknya masih cocok untuk
dijalankan dalam mengatasi masalah kriminal. Hanya saja, perlu kondisi
tertentu, misalnya konsisten, fairness, terbuka, dan tepat waktunya.
b) Penghilang
Model melalui tayanganMedia masa itu ibarat dua sisi mata pisau . Ditayangkan
nanti penjahat tambah ahli, tidak ditayangkan masyarakat tidak bersiap-siap.
c) Membatasi
Kesempatan Seseorang bisa mencegah terjadinya tindakan kriminal dengan
membatasi munculnya kesempatan untuk mencuri. Kalau pencuri akan lewat pintu
masuk dan kita sudah menguncinya, tentunya cara itu termasuk mengurangi
kesempatan untuk mencuri.
d) Jaga diri. Jaga diri dengan ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
d) Jaga diri. Jaga diri dengan ketrampilan beladiri dan beberapa persiapan lain sebelum terjadinya tindak kriminal bisa dilakukan oleh warga masyarakat.
Cara-cara di
atas memang tidak merupakan cara yang paling efektif, hanya saja akan tepat
bila diterapkan kasus per kasus.