Antara Filsafat dan 'Irfan
Wasiat sufi Imam
Khomeini kepada anaknya
Anakku, klaim bahwa adalah mungkin untuk percaya
pada fakta-fakta yang tidak berdasar bukti-bukti rasional tampak sulit
dipercaya atau tak berdasar. tapi, orang mesti tahu bahwa ini adalah perkara
keyakinan-batin. Dan Al-Quran telah mengisyaratkan hal ini seperti, dalam
ayat-ayat mulia Surah Al-Takatsur (yakni sehubungan dengan penggunaan dua
istilah -- yakni 'ilm al-yaqin dan 'ayn al-yaqin -- yang bisa difahami sebagai
merujuk kepada, masing-masing, pengetahuan rasional dan keyakinan-batin
tersebut--Ym).
Mari kita ambil
contoh. Engkau tahu bahwa tubuh yang telah mati tak bisa bergerak dan bisa
mencelekakan. Bahkan seekor lalat adalah lebih aktif ketimbang ribuan tubuh
yang telah mati. Juga sudah pasti bahwa tubuh-tubuh yang telah mati itu tak
akan hidup kembali hingga hari kebangkitan. Tapi, hanya sedikit orang yang bisa
tidur nyenyak jika mereka harus tidur sendirian bersama seonggok mayat. Ini
hanya mungkin terjadi Karena hatimu tak percaya. (Sedangkan) orang-orang yang
memang profesinya adalah tukang memandikan mayat, yang didalam diri mereka
telah terbentuk keyakinan--akibat lamanya ia dalam pekerjaan ini--bahwa mayat
tak bisa mecelekakan, dapat tinggal sendirian bersama mayat tanpa rasa takut
sedikit pun.
Kaun
filosof membutikan Kemahadiran Allah dengan argumentasi-argumentasi rasional.
Tapi, selama apa saja yang telah dibuktikan oleh akal dan argumen tak mencapai
hati, (akal) itu tak memiliki kepercayaan kepadanya. Oleh karena itu, orang
seperti ini gagal dalam menaati adab (dalam) Kehadiran Allah. Kenyataannya,
orang yang memenuhi hatinya dengan kehadiran ALlah dan memiliki kepercayaan
kepada-Nya, meski mungkin mereka tidak akrab dengan argumen-argumen filosofis,
akan membuat mereka menerapkan adab (berada dalam) Kehadiran Allah dan
menahan-diri dari melanggar (adab) Kehadiran Tuhan itu. Oleh karena itu,
upaya-upaya akademis, termasuk filsafat dan ilmu kalam, adalah hijab-hijab
dalam dirinya sendiri. Dan makin besar ketanggelaman kita didalamnya, makin
taballah kegelapan (yang menyelimuti kebenaran) itu.
Sebagaimana,
telah kita amati dan ketahui dengan baik, Anaku, para nabi dan para awliya yang paling ikhlas
(al-awliya' al-khusllah), 'alayhimus-salam, tak pernah menggunakan bahasa dan
argumen filosofis (dalam dakwah mereka), tetapi mengimbau kepada jiwa dan hati
orang-orang, serta menyampaikan kesimpulan-kesimpulan dari argumen-argumen
seperti itu kedalam hati orang-orang. Mereka membimbing orang-orang ini dari
dalam hati dan jiwa mereka. Orang boleh mengatakan bahwa para filosof dan ahli
metafisika melipatgandakan hijab-hijab, tapi para nabi 'alayhimus-salam, dan
orang-orang (yang mengandalkan) hati mengangkat hijab-hijab itu. Dengan
demikian, orang-orang yang mereka asuh adalah pecinta-pecinta yang setia dan
sepenuh-hati. Tapi, murid-murid kaum filosof dan orang-orang yang terlatih
dalam ajaran-ajaran mereka suka pada argumen dan diskusi, dan tak mengurus
(dengan baik) hati dan jiwanya.
Pernyataan-pernyataan
ini tidak dimaksudkan untuk menjauhkanmu dari filsafat dan ilmu-ilmu rasional,
atau pun untuk mempengaruhimu agar tidak mengejar pengetahuan rasional.
(Karena, jika demikian) hal itu akan merupakan pengkhianatan kepada akal,
penalaran, dan filsafat. yang ingin aku katakan adalah bahwa filsafat dan
penalaran adalah sarana-sarana untuk meraih sasaran yang sebenarnya, semuanya
itu tak boleh menghalangi di tenah jalanmu menuju sasaran itu dan menemukan
Kekasihmu. Dengan kata lain, upaya-upaya (rasional dan filosofis) ini adalah
saluran, dan bukan sasaran itu sendiri. Dunia ini hanyalah seperti ladang,
sedang akhirat adalah panennya. Sama dengan itu upaya-upaya akademis ini
(yakni, filsafat, dan sebagainya) adalah ladang-ladang yang dimaksudkan untuk
menghasilkan panen.
Anakku,
meskipun semua ibadah adalah perjalan mendekati-Nya, 'Azza wa Jalla, adalah
shalat yang merupakan ibadah yang paling tnggi dan mi'raj bagi kaum beriman.
Semua ini berasal dari-Nya dan membawa kita kepada-Nya. Engkau boleh mengatakan
bahwa semua amal baik adalah seperti anak-anak tangga dari sebuah tangga menuju
kepada-Nya, 'Azza wa Jalla, dan semua perbuatan yang dilarang adalah penghalang
di tengah jalan untuk mencapai-Nya. Seluruh dunia, dalam keadaan bingung dan
galau mencari dan dikuasai oleh keindahan-Nya. Saya berharap kita bangkit dari
tidur kita yang amat nyenyak dan bergerak menuju maqam pertama yang (memang)
adalah maqam berjaga(yaqzhah), tahap pertama adalah pelancongan spiriual. Saya
berharap Dia, 'Azza wa Jalla, membantu kita dengan barakah-tersembunyi-Nya dan
menuntun kepada Diri dan Keindahan-Nya. Saya berharap serangan nafsu (badani)
yang jahat dan merusak ini bisa diredakan dan dihentikan.
Saya
berharap bisa membebaskan diri-diri kita dari beban yang amat berani ini dan
terbang menujunya dalam keadaan ringan. Saya berharap kita dapat tanpa banyak
pikir menyirnakan diri-diri kita dalam keindahan-Nya,persis seperti seekor
laron yang melemparkan-dirinya kedapam nyala lilin. Saya
berharap agar
kita mengambil sebuah langkah yang, setidaknya, selaras dengan fitrah ini tidak
semena-mena. Dan aku memiliki banyak harapan yang mecekamku dalam umurku yang telah berada
diambang kematian ini, tanpa kuperoleh sarana apa pun untuk memenuhinya[].
No comments:
Post a Comment
Yang Penting Komentar!