KONSEP KEADILAN
A.
Keadailan Menurut para pakar:
1.
ARISTOTELES
Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam
Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan
ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti
keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.
Ø Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter.
Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas
keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang
bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.
Untuk
mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan
yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi
yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah
orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang
tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh
terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi
hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai
dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk
mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung
untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai
dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri
sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai
tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai
sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi
memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain
adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah
nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan
sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna
yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum
sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah
suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak
bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan
merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.
Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum.
Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan
hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar
hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan
dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum
Ø Keadilan Dalam Arti Khusus
Keadilan dalam arti khusus terkait
dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
a. Sesuatu yang terwujud dalam
pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki
bagian haknya.
Keadilan
ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan
bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih”
dan “yang kurang” (intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengan atau
suatu persamaan relatif (arithmetical justice). Dasar persamaan antara
anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang hidup dalam masyarakat
tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk memperoleh titik
tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya. Dalam sistem
oligarki dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat
kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan
(excellent). Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada
makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan,
yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi.
b. Perbaikan suatu bagian
dalam transaksi
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification).
Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang
dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila
masing-masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau
suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi
keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan.
Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam
hubungan yang dibuat secara sederajat.
Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan
tugasnya menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan
kepada yang kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan
sebagai sebuah hukuman.
Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar
kesukarelaan masing-masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari
ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif yang memutuskan titik tengah
sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan.
Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang
diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan.
Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai
untuk melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran
atas nilai tertentu sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan
pertukaran inilah digunakan uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah
antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak adil.
Keadilan dan ketidakadilan selalui
dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan
perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka
tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil,
kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan
adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam
hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut
yaitu, niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan
berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah kesalahansasaran
(misadventure), (2) ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional,
tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3)
Ketika tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan
ketidakadilan, dan (4) seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah
orang yang tidak adil dan orang yang jahat.
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan
melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan
secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil.
Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada
seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian
merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil
ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan
keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang
ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas
antara keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran
keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu
tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus
benar. Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi
tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus
tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang
universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut.
Karena itulah persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.
2.
PLATO
Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui
kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk
dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato
berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber
ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki
elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
- Pemilahan
kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para
penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba
manusia.
- Identifikasi
takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap
kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan
yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang
ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini,
elemen-elemen lainnya dapat diturunkan, misalnya berikut ini:
- Kelas
penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan
militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan,
tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas
perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,
- Harus
ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan
propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan
pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan
agama harus dicegah atau ditekan.
- Negara
harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan
pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung
pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi
pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan
alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas
negaranya.
Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada
struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas
ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan
bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara.
Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya
sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat
diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke
dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi
keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau
keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga. Oleh karena inilah Plato
mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the
king of philosopher.
Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan
empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul
Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar
hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan,
persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan.
3. JOHN RAWLS
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada
awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan
munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada
saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan
stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan
kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil
adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan,
kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi.
Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:
- menilai apakah institusi-institusi
sosial yang ada telah adil atau tidak
- melakukan koreksi atas
ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan
adalah situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip
keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik.
Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for
redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position).
Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original
agreement) anggota masyarakat secara sederajat.
Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi
asli, yaitu:
- Diandaikan bahwa tidak
diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di
kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya,
kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
- Diandaikan bahwa
prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang
pilihannya tersebut.
- Diandaikan bahwa tiap-tiap
orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan
umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam
menemukan prinsip-prinsip keadilan.
Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan
adalah:
- Kebebasan yang sama
sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;
- Prinsip ketidaksamaan yang
digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.
Prinsip ini merupakan gabungan dari
prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.
Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari
keadilan, yaitu:
- Kebebasan yang sebesar-besarnya
sebagai prioriotas.
- perbedaan
- persamaan yang adil atas
kesempatan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia
untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat
ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian
keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun
realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud
karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar
untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan
derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi
kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah
asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.
4.
ADAM SMITH
Kendati ada
persamaan di sana sini antara teori Aristoteles dan teori keadilan Adam Smith,
ada satu perbedaan penting, di samping berbagai perbedaan lainnya, di antara
keduanya. Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan, yaitu
keadilan komutatif.
Alasannya :
1.
menurut Adam
Smith, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu keadilan
komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan
antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak yang lain.
2.
adalah karena
keadilan legal sesungguhnya sudah terkandung dalam keadilan komulatif. Yaitu,
bahwa demi menegakkan keadilan komutatif negara harus bersikap netral dan
memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali.
3.
dengan dasar
pengertian di atas, Adam Smith menolak keadilan distributif sebagai salah satu
jenis keadilan. Alasannya antara lain karena apa yang disebut keadilan selalu
menyangkut hak: semua orang tidak boleh dirugikan haknyua atau, secara positif,
setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan haknya. Menurut Adam Smith,
keadilan distributif justru tidak berkaitan dengan hak.
No comments:
Post a Comment
Yang Penting Komentar!